Macam-macam Obat dan Fungsinya



FARMAKOLOGI
 
           
     A.                        Analgetik
Analgetik atau obat-obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
            - Penyebab sakit/ nyeri.
Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan algesiogenic kimia diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin dan brodikinin. Brodikinin sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan prostaglandin ada 2 yang pertama Hiperalgesia yang dapat menimbulkan nyeri dan PG(E1, E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek algesiogenic.

- Mekanisame:
Menghambat sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.

- Karakteristik:
1.            Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit
2.            Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira
3.            Tidak mempengaruhi pernapasan
4.            Gunanya untuk nyeri sedang, ex: sakit gigi

Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu:
  1. Analgesik Opioid/analgesik narkotika

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fractura dan kanker.

Macam-macam obat Analgesik Opioid:
  1. Metadon.
- Mekanisme kerja: kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah.
                  - Indikasi: Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien yang di rumah sakit.
- Efek tak diinginkan:
* Depresi pernapasan
* Konstipasi
* Gangguan SSP
* Hipotensi ortostatik
* Mual dam muntah pada dosis awal

 Methadon

  1. Fentanil.
- Me                          kanisme kerja: Lebih poten dari pada morfin. Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya.
- Indikasi: Medikasi praoperasi yang digunakan dalan anastesi.
- Efek                          tak diinginkan: Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya. Rigiditas otot, bradikardi ringan.

 Fentanil

  1. Kodein
- M                           ekanisme kerja: sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin. Kerjanya disebabkan oleh morfin. Juga merupakan antitusif (menekan batuk)
- Indikasi: Penghilang rasa nyeri minor
- Efek                          tak diinginkan: Serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis yang menghilangkan nyeri sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat morfin.

Kodein

  1. Obat Analgetik Non-narkotik
Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).
            Efek samping obat-pbat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.

            Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik:
    1. Ibupropen
Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin.
Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini.
 Ibuprofen
    1. Paracetamol/acetaminophen
Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik.
Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektinitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.
 
Acetaminophen
    1. Asam Mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.
Asam Mefenamat


  1. Antipiretik
Obat antipiretik adalah obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan temperatur tubuh saat panas tidak berefektif pada orang normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin pada CNS.
            Macam-macam obat Antipiretik:
      1.      Benorylate
Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat ini digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding dengan parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena obat ini derivat dari aspirin maka obat ini tidak boleh digunakan untuk anak yang mengidap Sindrom Reye.
      2.      Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker.
Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.
Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.
      3.      Piralozon
Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan novalgin. Obat ini amat manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun piralozon diketahui menimbulkan efek berbahaya yakni agranulositosis (berkurangnya sel darah putih), karena itu penggunaan analgesik yang mengandung piralozon perlu disertai resep dokter.

NSAID (Anti-Inflamasi)
-   Efek dari NSAID (Anti-Inflamasi)
Inflamasi adalah rekasi tubuh untuk mempertahankan atau menghindari faktor lesi. COX2 dapat mempengaruhi terbentuknya PGs dan BK. Peran PGs didalam peradangan yaitu vasodilatasi dan jaringan edema, serta berkoordinasi dengan bradikinin menyebabkan keradangan.

-   Mekanisme Anti-Inflamasi
Menghambat prostaglandin dengan menghambat COX.

-   Karakteristik Anti-Inflamasi
NSAID hanya mengurangi gejala klinis yang utama (erythema, edema, demam, kelainan fungsi tubuh dan sakit). Radang tidak memiliki efek pada autoimunological proses pada reumatik dan reumatoid radang sendi. Memiliki antithrombik untuk menghambat trombus atau darah yang membeku.
-    Contoh obat NSAID (Anti Inflamasi)
      1.      Gol. Indomethacine
      -          Proses didalam tubuh
Absorpsi di dalam tubuh cepat dan lengkap, metabolisme sebagian berada di hati, yang dieksresikan di dalam urine dan feses, waktu paruhnya 2-3 jam, memiliki anti inflamasi dan efek antipiretic yang merupakan obat penghilang sakit yang disebabkan oleh keradangan, dapat menyembuhkan rematik akut, gangguan pada tulang belakang dan asteoatristis.
      -          Efek samping
      a.       Reaksi gastrointrestianal: anorexia (kehilangan nafsu makan), vomting (mual), sakit abdominal, diare.
      b.      Alergi: reaksi yang umumnya adalah alergi pada kulit dan dapat menyebabkan asma.
      2.      Gol. Sulindac
Potensinya lebih lemah dari Indomethacine tetapi lebih kuat dari aspirin, dapat mengiritasi lambung, indikasinya sama dengan Indomethacine.
      3.      Gol. Arylacetic Acid
Selain pada reaksi aspirin yang kurang baik juga dapat menyebabkan leucopenia thrombocytopenia, sebagian besar digunakan dalam terapi rematik dan reumatoid radang sendi, ostheoarthitis.
      4.      Gol. Arylpropionic Acid
Digunakan untuk penyembuhan radang sendi reumatik dan ostheoarthitis, golongan ini adalah penghambat non selektif cox, sedikit menyebabkan gastrointestial, metabolismenya dihati dan di keluarkan di ginjal.
      5.      Gol. Piroxicam
Efek mengobati lebih baik dari aspirin indomethacine dan naproxen, keuntungan utamanya yaitu waktu paruh lebih lama 36-45 jam.
      6.      Gol. Nimesulide
Jenis baru dari NSAID, penghambat COX-2 yang selektif, memiliki efek anti inflamasi yang kuat dan sedikit efek samping.

ANALGESIK OPIOID DAN NON OPIOID



       Analgesik: senyawa yang pada dosis terapetik meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anastesi umum. analgesik berasal dari kata Yunani an- (“tanpa”) dan -algia (“nyeri”).

Patogenesis
      Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh; seperti peradangan, infeksi-infeksi kuman, dan kejang otot. Sehingga sesungguhnya rasa nyeri berguna sebgai “alarm” bahwa ada yang salah pada tubuh. Misalnya, saat seseorang tidak sengaja menginjak pecahan kaca, dan kakinya tertusuk, maka ia akan merasakan rasa nyeri pada kakinya dan segera ia memindahkan kakinya. Tetapi adakalanya nyeri yang merupakan pertanda ini dirasakan sangat menggangu apalagi bila berlangsung dalam waktu yang lama, misalnya pada penderita kanker.

Penyebab timbulnya rasa nyeri :
Adanya rangsangan-rangsangan mekanis/kimiawi (kalor/listrik) yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain : histamin, serotonin, plasmakinin-plasmakinin, prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor- reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir,dan jaringan, lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan syaraf pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak besar (rangsangan sebagai nyeri).

Penggolongan Nyeri
Umumnya nyeri digolongkan menjadi 2 jenis:
1. Nyeri akut : nyeri yang tidak berlangsung lama. Berdasarkan sumber nyeri, umumnya nyeri ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
• Nyeri permukaan: sumbernya adalah luka luar, iritasi bahan kimia, dan rangsangan termal, yang hanya permukaan kulit saja.
• Nyeri somatis dalam: biasanya bersumber dari luka/iritasi dari dalam tubuh, seperti karena injeksi atau dari ischemia.
• Nyeri viseral: nyeri ini berasal dari organ-organ besar dalam tubuh, seperti hati, paru-paru, usus, dll.
Acute pain of visceral origin is most often associated with inflammation.
2. Nyeri kronis: nyeri ini berlangsung sangat lama, bisa menahun, yang kadang sumbernya tidak diketahui. Nyeri kronis sering diasosiasikan dengan penyakit kanker dan arthritis. Salah satu tipe nyeri akut adalah neuropathic pain yang disebabkan oleh suatu kelainan di sepanjang suatu jalur saraf. Suatu kelainan akan mengganggu sinyal saraf, yang kemudian akan diartikan secara salah oleh otak. Nyeri neuropatik bisa menyebabkan suatu sakit dalam atau rasa terbakar dan rasa lainnya (misalnya hipersensitivitas terhadap sentuhan). Beberapa sumber yang dapat menyebabkan nyeri neuropati ini adalah herpes zoster, dan phantom limb pain, dimana seseorang yang lengan atau tungkainya telah diamputasi merasakan nyeri pada lengan atau tungkai yang sudah tidak ada.
Chronic pain is often associated with diseases such as cancer and arthritis. 

Pemberantasan rasa nyeri 
Ø Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor nyeri perifer, oleh analgetika perifer atau anestetika lokal.
Ø Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam syaraf-syaraf sensoris oleh anestetika lokal.
Ø Blokade pusat nyeri pada SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau anestetika umum.

PENGGOLONGAN ANALGETIK
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan :
1. Analgesik nonopioid, dan
2. Analgesik opioid.
Kedua jenis analgetik ini berbeda dalam hal mekanisme dan target aksinya.
1. Analgesik Nonopioid/Perifer (NON-OPIOID ANALGESICS)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors.
Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.
Obat- obat Nonopioid Analgesics ( Generic name )
Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib, Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate, Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin, Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin.

Deskripsi Obat Analgesik Non-opioid
a. Salicylates
Contoh obatnya: Aspirin, mempunyai kemampuan menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel, pada dosis yang tepat,obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, pada dosis yang biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung (intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok (minum aspirin bersama makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid).
b. Aminophenol Derivatives
Contoh obatnya : Acetaminophen (Tylenol) adalah metabolit dari fenasetin. Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain. Efek samping kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat menimbulkan pusing,mudah terangsang, dan disorientasi.
c. Indoles and Related Compounds
Contoh obatnya : Indomethacin (Indocin), obat ini lebih efektif daripada aspirin, merupakan obat penghambat prostaglandin terkuat. Efek samping menimbulkan efek terhadap saluran cerna seperti nyeri abdomen, diare, pendarahan saluran cerna, dan pancreatitis, serta menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan hati.
d. Fenamates 
Contoh obatnya : Meclofenamate (Meclomen), merupakan turunan asam fenamat, mempunyai waktu paruh pendek, efek samping yang serupa dengan obat-obat AINS baru yang lain dan tak ada keuntungan lain yang melebihinya. Obat ini meningkatkan efek antikoagulan oral. Dikontraindikasikan pada kehamilan.
e. Arylpropionic Acid Derivatives
Contoh obatnya : Ibuprofen (Advil), tersedia bebas dalam dosis rendah dengan berbagai nama dagang. Obat ini dikontraindikasikan pada mereka yang menderita polip hidung, angioedema, dan reaktivitas bronkospastik terhadap aspirin. Efek samping: gejala saluran cerna.
f. Pyrazolone Derivatives
Contoh obatnya : Phenylbutazone (Butazolidin) untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Obat ini mempunya efek anti-inflamasi yang kuat. Tetapi memiliki efek samping yang serius seperti agranulositosis, anemia aplastik, anemia hemolitik, dan nekrosis tubulus ginjal.
g. Oxicam Derivatives
Contoh obatnya : Piroxicam (Feldene), obat AINS dengan struktur baru. Waktu paruhnya panjang untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya meliputi tinitus, nyeri kepala, dan rash.
h. Acetic Acid Derivatives
Contoh obatnya : Diclofenac (Voltaren), obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Waktu parunya pendek. Dianjurkan untuk pengobatan artristis rematoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya distres saluran cerna, perdarahan saluran cerna, dan tukak lambung. 
i. Miscellaneous Agents
Contoh obatnya : Oxaprozin (Daypro), obat ini mempunyai waktu paruh yang panjang. Obat ini memiliki beberapa keuntungan dan resiko yang berkaitan dengan obat AINS lain.
2. Analgetik opioid
Analgetik opoid merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal:
1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin
2. Tanpa bahaya adiksi

- Obat yang berasal dari opium-morfin
- Senyawa semisintetik morfin
- Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin
Analgetik opioid mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia).. Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri. Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.
Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.
Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim. Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid μ, κ, σ, δ, ε. (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or “orphan” opioid receptor dan e-receptor, namun belum jelas fungsinya).
Reseptor μ memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor μ 2 memediasi efek depresan pernafasan.
Reseptor δ yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan toleransi terhadap μ opioid. reseptor κ telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang. Reseptor δ dan reseptor κ menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor μ selektif untuk opioid analgesic.
Mekanisme umumnya :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.
Efek-efek yang ditimbulkan dari perangsangan reseptor opioid diantaranya:
• Analgesik
• medullary effect
• Miosis
• immune function and Histamine
• Antitussive effect
• Hypothalamic effect
• GI effect
Efek samping yang dapat terjadi:
• Toleransi dan ketergantungan
• Depresi pernafasan
• Hipotensi
• dll
Atas dasar kerjanya pada reseptor opioid, analgetik opioid dibagi menjadi:
1. Agonis opioid menyerupai morfin (pada reseptor μ, κ). Contoh: Morfin, fentanil
2. Antagonis opioid. Contoh: Nalokson
3. Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg ambang nyerinya tinggi
4. Opioid dengan kerja campur. Contoh: Nalorfin, pentazosin, buprenorfin, malbufin, butorfanol
Obat-obat Opioid Analgesics ( Generic name )
Alfentanil, Benzonatate, Buprenorphine, Butorphanol, Codeine, Dextromethorphan Dezocine, Difenoxin, Dihydrocodeine, Diphenoxylate, Fentanyl, Heroin Hydrocodone, Hydromorphone, LAAM, Levopropoxyphene, Levorphanol Loperamide, Meperidine, Methadone, Morphine, Nalbuphine, Nalmefene, Naloxone, Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone, Pentazocine, Propoxyphene , Sufentanil.

Deskripsi Obat Analgesik opioid
1. Agonis Kuat
a. Fenantren
Morfin, Hidromorfin, dan oksimorfon merupakan agonis kuat yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri hebat. Heroin adalah agonis yang kuat dan bekerja cepat.
b. Fenilheptilamin
Metadon mempunyai profil sama dengan morfin tetapi masa kerjanya sedikit lebih panjang. Dalam keadaan nyeri akut, potensi analgesik dan efikasinya paling tidak sebanding dengan morfin. Levometadil asetat merupakan turunan Metadon yang mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada metadon
c. Fenilpiperidin
Meperidin dan Fentanil adalah yang paling luas digunakan diantara opioid sintetik yang ada ,mempunyai efek antimuskarinik. Subgrup fentanil yang sekarang terdiri dari sufentanil dan alventanil.
d. Morfinan 
Levorfanol adalah preparat analgesik opioid sintetik yang kerjanya mirip dengan morfin namun manfaatnya tidak menguntungkan dari morfin.

2. Agonis Ringan sampai sedang
a. Fenantren
Kodein, Oksikodoa, dihidrokodein, dan hidrokodon, semuanya mempunyai efikasi yang kurang dibanding morfin, atau efek sampingnya membatasi dosis maksimum yang dapat diberikan untuk memperoleh efek analgesik yang sebanding dengan morfin, penggunaan dengan kombinasi dalam formulasi-formulasi yang mengandung aspirin atau asetaminofen dan obat-obat lain.
b. Fenilheptilamin
Propoksifen aktivitas analgesiknya rendah, misalnya 120 mg propoksifen= 60 mg kodein
c. Fenilpiperidin
Difenoksilat dan metabolitnya, difenoksin digunakan sebagai obat diare dan tidak untuk analgesik, digunakan sebagai kombinasi dengan atropin.
Loperamid adalah turunan fenilpiperidin yang digunakan untuk mengontrol diare.Potensi disalahgunakan rendah karena kemampuannya rendah untuk masuk ke dalam otak.
3. Mixed Opioid Agonist–Antagonists or Partial Agonists
a. Fenantren
Nalbufin adalah agonis kuat reseptor kapa dan antagonis reseptor mu. Pada dosis tinggi terjadi depresi pernafasan.
Buprenorfin adalah turunan fenantren yang kuat dan bekerja lama dan merupakan suatu agonis parsial reseptor mu. Penggunaan klinik lebih banyak menyerupai nalbufin, mendetoksifikasi dan mempertahankan penderita penyalahgunaan heroin.
b. Morfinan
Butorfanol efek analgesik ekivalen dengan nalbufin dan buprenorfin, tetapi menghasilkan efek sedasi pada dosis ekivalen, merupakan suatu agonis reseptor kapa. 
c. Benzomorfan
Pentazosin adalah agonis reseptor kapa dengan sifat-sifat antagonis reseptor mu yang lemah. Obat ini merupakan preparat campuran agonis-antagonis yang tertua.
Dezosin adalah senyawa yang struktur kimianya berhubungan dengan pentazosin, mempunyai aktivitas yang kuat terhadap reseptor mu dan kurang bereaksi dengan reseptor kappa, mempunyai efikasi yang ekivalen dengan morfin. 
4. Antagonis Opioid 
Nalokson dan Naltrekson merupakan turunan morfin dengan gugusan pengganti pada posisi N, mempunyai afinitas tinggi untuk berikatan dengan reseptor mu, dan afinitasnya kurang berikatan dengan reseptor lain. Penggunan utama nalokson adalah untuk pengobatan keracunan akut opioid, masa kerja nalokson relatif singkat, sedangkan naltrekson masa kerjanya panjang, untuk program pengobatan penderita pecandu. Individu yang mengalami depresi akut akibat kelebihan dosis suatu opioid, antagonis akan efektif menormalkan pernapasan, tingkat kesadaran, ukuran pupil aktivitas usus, dan lain-lain.
5. Drugs Used Predominantly as Antitussives
Analgesic opioid adalah obat yang paling efektif dari semua analgesic yang ada untuk menekan batuk. Efek ini dicapai pada dosis dibawah dari dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek analgesik. Contoh obatnya adalah Dekstrometrofan, Kodein, Levopropoksifen.

OBAT PERANGSANG SISTEM SARAF PUSAT
Obat Perangsang Sistem Saraf Pusat antara lain :
1. AMFETAMIN
Indikasi : untuk narkolepsi, gangguan penurunan perhatian
 Efek samping : Euforia dan kesiagaan, tidak dapat tidur, gelisah, tremor, iritabilitas dan beberapa masalah kardiovaskuler (Tachicardia, palpitasi, aritmia, dll)
Farmakokinetik : waktu paruh 4-30 jam, diekskresikan lebih cepat pada urin asam daripada urin basa
 Reaksi yang merugikan : menimbulkan efek- efek yang buruk pada sistem saraf pusat, kardiovaskuler, gastroinstestinal, dan endokrin.
dosis : Dewasa : 5-20 mg
Anak > 6 th : 2,5-5 mg/hari

2. METILFENIDAT
 Indikasi : pengobatan depresi mental, pengobatan keracunan depresan SSP, syndrom hiperkinetik pada anak
 Efek samping : insomnia, mual, iritabilitas, nyeri abdomen, nyeri kepala, Tachicardia
 Kontraindikasi : hipertiroidisme, penyakit ginjal.
 Farmakokinetik : diabsorbsikan melalui saluran cerna dan diekskresikan melalui urin, dan waktu paruh plasma antara 1-2 jam
 Farmakodinamik : mula- mula :0,5 – 1 jam P : 1 – 3 jam, L : 4-8 jam.
 Reaksi yang merugikan : takikardia, palpitasi, meningkatkan hiperaktivitas.
 dosis pemberian :
Anak : 0.25 mg/kgBB/hr
Dewasa : 10 mg 3x/hr
3. KAFEIN
 Indikasi : menghilangkan rasa kantuk, menimbulkan daya pikir yang cepat, perangsang pusat pernafasan dan fasomotor, untuk merangsang pernafasan pada apnea bayi prematur
 Efek samping : sukar tidur, gelisah, tremor, tachicardia, pernafasan lebih cepat
 Kontraindikasi : diabetes, kegemukan, hiperlipidemia, gangguan migren, sering gelisah (anxious ).
 Farmakokinetik : kafein didistribusikan keseluruh tubuh dan diabsorbsikan dengan cepat setelah pemberian, waktu paruh 3-7 jam, diekskresikan melalui urin
 Reaksi yang merugikan : dalam jumlah yang lebih dari 500 mg akan mempengaruhi SSP dan jantung.
 Dosis pemberian : apnea pada bayi : 2.5-5 mg/kgBB/hr, keracunan obat depresan : 0.5-1 gr kafein Na-Benzoat (Intramuskuler)

4. NIKETAMID
 Indikasi : merangsang pusat pernafasan
 Efek samping : pada dosis berlebihan menimbulkan kejang
 Farmakokinetik : diabsorbsi dari segala tempat pemberian tapi lebih efektif dari IV
Dosis : 1-3 ml untuk perangsang pernafasan


5. DOKSAPRAM
Indikasi : perangsang pernafasan
 Efek samping : hipertensi, tachicardia, aritmia, otot kaku, muntah
 Farmakokinetik : mempunyai masa kerja singkat dalam SSP
 Dosis : 0.5-1.5 mg/kgBB secara IV



       JENIS OBAT –OBAT  SISTEM SARAF PUSAT DAN MEKANISME KERJANYA
      1.      Obat Anestetik :
Obat anestetik adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacan-macam tindakan operasi.
a). Anestetik Lokal : Obat yang merintangi secara reversible penerusan impuls-impuls syaraf ke SSP (susunan syaraf pusat) pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin.
Penggunaan
Anestetik lokal umumnya digunakan secara parenteral misalnya pembedahan kecil dimana pemakaian anestetik umum tidak dibutuhkan. Anestetik local dibagi menjadi 3 jenis :
      1.      anestetik permukaan, digunakan secara local untu melawan rasa nyeri dan gatal, misalnya larutan atau tablet hisap untuk menghilangkan rasa nyeri di mulut atau leher, tetes mata untuk mengukur tekana okuler mata atau mengeluarkan benda asing di mata, salep untuk menghilangkan rasa nyeri akibat luka bakar dan suppositoria untuk penderita ambient/ wasir.
      2.      Anestetik filtrasi yaitu suntikan yang diberikan ditempat yang dibius ujung-ujung sarafnya, misalnya pada daerah kulit dan gusi
      3.      Anestetik blok atau penyaluran saraf yaitu dengan penyuntikan disuatu tempat dimana banyak saraf terkumpul sehingga mencapai daerah anestesi yang luas misalnya pada pergelangan tangan atau kaki.
Obat – obat anestetik local umumnya yang dipakai adalah garam kloridanya yang mudah larut dalam air.
Persyaratan anestetik local
Anestetik local dikatakan ideal apabila memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut :
      a.       tidak merangsang jaringan
      b.      tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf sentral
      c.       toksisitas sistemis rendah
      d.      efektif pada penyuntikan dan penggunaan local
      e.       mula kerja dan daya kerjanya singkat untuk jangka waktu cukup lama
      f.       larut dalam air dengan menghasilakan larutan yang stabil dan tahan pemanasan

Efek samping
Eek samping dari pengguna anestetik local terjadi akibat khasiat dari kardiodepresifnya ( menekan fungsi jantung ), mengakibatkan hipersensitasi berupa dermatitis alergi.
Penggolongan
Secara kimiawi anestetik local dibagi 3 kelompok yaitu :
       1.        Senyawa ester, contohnya prokain, benzokain, buvakain, tetrakain, dan oksibuprokain
2.         Senyawa amida, contohnya lidokain, mepivikain, bupivikain,, cinchokain dll.
Semua kokain, semua obat tersebut diatas dibuat sintesis.
Sediaan, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
      1.      Bupivikain
Indikasi          : anestetik lokal
      2.      Etil klorida
Indikasi          : anestetik local
Efek samping : menekan pernafasan, gelisah dan mual
      3.      Lidokain
Indikasi          : anestesi filtrasi dan anestesi permukaan, antiaritmia
Efek samping : mengantuk
      4.      Benzokain
Indikasi          : anestesi permukaan dan menghilangkan rasa nyeri dan gatal
      5.      Prokain ( novokain )
Indikasi          : anestesi filtrasi dan permukaan
Efek samping : hipersensitasi
      6.      Tetrakain
Indikasi          : anestesi filtrasi
      7.      Benzilalkohol
Indikasi          : menghilangkan rasa gatal, sengatan matahari dan gigi
Kontra indikasi : insufiensi sirkulasi jantung dan hipertensi
Efek samping: menekan pernafasan
 b). Anestetika Umum : Obat yang dapat menimbulkan suatu keadaan depresi pada pusat-pusat syaraf tertentu yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Beberapa syarat penting yang harus dipenuhi oleh suatu anestetik umum :
1.berbau enak dan tidak merangsang selaput lender
2. mula kerja cepat tanpa efek samping
3. sadar kembalinya tanpa kejang
4. berkhasiat analgetik baik dengan melemaskan otot-otot seluruhnya
5. Tidak menambah pendarahan kapiler selama waktu pembedahan
Efek samping
Hampir semua anestetik inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping yang terpenting diantaranya adalah :
      ·         Menekan pernafasa, paling kecil pada N2O, eter dan trikloretiken
      ·         Mengurangi kontraksi jantung, terutama haloten dan metoksifluran yang paling ringan pada eter
      ·         Merusak hati, oleh karena sudah tidak digunakan lagi seperti senyawa klor
      ·         Merusak ginjal, khususnya metoksifluran
Penggolongan
      ¨      Menurut penggunaannya anestetik umum digolongkan menjadi 2 yaitu:
      1.      Anestetik injeksi, contohnya diazepam, barbital ultra short acting ( thiopental dan heksobarbital )
      2.      Anestetik inhalasi diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan. Contohnya eter, dll.
Sediaan, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
      1.      Dinitrogen monoksida
Indikasi     : anestesi inhalasi
      2.      Enfluran
Indikasi         : anestesi inhalasi ( untuk pasien yang tidak tahan eter)
Efek samping : menekan pernafasan, gelisah, dan mual
3.   Halotan
Indikasi          :anestesi inhalasi
Efek samping : menekan pernafasan, aritmia, dan hipotensi
      3.      Droperidol
                     Indikasi        : anestesi inhalasi
      4.      Eter
                      Indikasi          : anestesi inhalasi
               Efek samping : merangsang mukosa saluran pernafasan
      5.      Ketamin hidroklorida
                      Indikasi          : anestesi inhalasi
                              Efek samping : menekan pernafasan (dosis tinggi ), halusinasi dan tekanan darah naik.
      6.      Tiopental
                      Indikasi             : anestesi injeksi pada pembedahan kecil seperti di mulut
Kontra indikasi : insufiensi sirkulasi jantung dan hipertensi
Efek samping   : menekan pernafasan


      2.      Obat Hipnotik dan Sedatif
Hipnotik atau obat tidur berasal dari kata hynops yang berarti tidur, adalah obat yang diberikan malam hari dalam dosis terapi dapat mempertinggi keinginan tubuh normal untuk tidur, mempermudah atu menyebabkan tidur. Sedangkan sedative adalah obat obat yang menimbulkan depresi ringan pada SSP tanpa menyebabkan tidur, dengan efek menenangkan dan mencegah kejang-kejang. Yang termasuk golongan obat sedative-hipnotik adalah: Ethanol (alcohol),Barbiturate,fenobarbital,Benzodiazepam, methaqualon.
Insomnia dan pengobatannya
Insomnia atau tidak bisa tidur  dapat disebabkan oleh factor-faktor seperti : batuk,rasa nyeri, sesak nafas, gangguan emosi, ketegangan, kecemasan, ataupun depresi. Factor penyebab ini harus dihilangkan dengan obat-obatan yang sesuai seperti:Antussiva, anelgetik, obat-obat vasilidator, anti depresiva, sedative atau tranquilizer.
Persyaratan obat tidur yang ideal
      1.      Menimbulkan suatu keadaan yang sama dengan tidur normal
      2.      Jika terjadi kelebihan dosis, pengaruh terhadap fungsi lain dari system saraf pusat maupun organ lainnya yang kecil.
      3.      Tidak tertimbun dalam tubuh
      4.      Tidak menyebabkan kerja ikutan yang negative pada keesokan harinya
      5.      Tidak kehilangan khasiatnya pada penggunaan jangka panjang
Efek samping
Kebanyakan obat tidur memberikan efek samping umum yng mirip dengan morfin antara lain :
      a.       Depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi, contihnya flurazepam, kloralhidrat, dan paraldehida.
      b.      Tekanan darah menurun, contohnya golongan barbiturate.
      c.       Hang-over, yaitu efek sisa pada keesokan harinya seperti mual, perasaan ringan di kepala dan pikiran kacau, contohnya golongan benzodiazepine dan barbiturat.
      d.      Berakumulasi di jaringan lemak karena umumnya hipnotik bersifat lipofil.
Penggolongan
Secara kimiawi, obat-obat hipnotik digolongkan sebagai berikut :
      1.      Golongan barbiturate, seperti fenobarbital, butobarbital, siklobarbital, heksobarbital,dll.
      2.      Golongan benzodiazepine, seperti flurazepam, nitrazepam, flunitrazepam dan triazolam.
      3.      Golongan alcohol dan aldehida, seperti klralhidrat dan turunannya serta paraldehida.
      4.      Golongan bromide, seperti garam bromide ( kalium, natrium, dan ammonium ) dan turunan ure seperti karbromal dan bromisoval.
      5.      Golongan lain, seperti senyawa piperindindion (glutetimida ) dan metaqualon.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi, dan efek samping
      1.      Diazepam
Indikasi        : hipnotika dan sedative, anti konvulsi, relaksasi, relaksasi otot dan anti ansietas (obat epilepsi).


      2.      Nitrazepam
Indikasi        : seperti indikasi diazepam
Efek samping : pada pengguanaan lama terjadi kumulasi dengan efek sisa (hang over ), gangguan koordinasi dan melantur.
      3.      Flunitrazepam
Indikasi        : hipnotik, sedatif, anestetik premedikasi operasi.
Efek samping : amnesia (hilang ingatan )
      4.      Kloral hidrat
Indikasi        : hipnotika dan sedatif
Efek samping: merusak mukosa lambung usus dan ketagihan
      5.      Luminal
Indikasi        : sedative, epilepsy, tetanus, dan keracunan strikhnin.

      3.      Obat Psikofarmaka / psikotropik
  Obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, dan digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik. 


Psikofarmaka dibagi dalam 3 kelompok :
      1.      Obat yang menekankan fungsi psikis terhadap susunan saraf pusat
      a.       Neuroleptika yaitu obat yang berkerja sebagai anti psikotis dan sedative yang dikenal dengan Mayor Tranquilizer.
Neuroleptika mempunyai beberapaa khasiat :
      1.      Anti psikotika, yaitu dapat meredakan emosi dan agresi, mengurangi atau menghilangkan halusinasi, mengembalikan kelakuan abnormal dan schizophrenia.
      2.      Sedative yaitu menghilangkan rasa bimbang, takut dan gelisah, contoh tioridazina.
      3.      Anti emetika, yaitu merintangi neorotransmiter ke pusat muntah, contoh proklorperezin.
      4.      Analgetika yaitu menekan ambang rasa nyeri, contoh haloperidinol.
Efek samping
      1.      Gejala ekstrapiramidal yaitu kejang muka, tremor dan kaku anggota gerak karena disebabkan kekurangan kadar dopamine dalam otak.
      2.      Sedative disebabkan efek anti histamine antara lain mengantuk,lelah dan pikiran keruh.
      3.      Diskenesiatarda, yaitu gerakan tidak sengaja terutama pada otot muka (bibir, dan rahang )
      4.      Hipotensi, disebabkan adanya blockade reseptor alfa adrenergic dan vasolidasi.
      5.      Efek anti kolinergik dengan cirri-ciri mulut kering, obstipasi dan gangguan penglihatan.
      6.      Efek anti serotonin menyebabkan gemuk karena menstimulasi nafsu makan
      7.      Galaktore yaitu meluapnya ASI karena menstimulasi produksi ASI secara berlebihan.
      b.      Ataraktika/ anksiolitika yaitu obat yang bekerja sedative, relaksasi otot dan anti konvulsi yang digunakan pada gangguan akibat gelisah/ cemas, takut, stress dan gangguan tidur, dikenal dengan Minor Tranquilizer.
Penggolongan obat-obat ataraktika dibagi menjadi 2 yaitu :
1.Derivat Benzodiazepin
2.Kelompok lain, contohnya : benzoktamin, hidrosizin dan meprobramat.

      2.      Obat yang menstimulasi fungsi psikis terhadap susunan saraf pusat, dibagi 2:
     a.     Anti Depresiva, dibagi menjadi thimoleptika yaitu obat yang dapat melawan melankolia dan memperbaiki suasana jiwa serta thimeritika yaitu menghilangkan inaktivitas fisik dan mental tanpa memperbaiki suasana jiwa. Secara umum anti depresiva dapat memperbaiki suasana jiwa dan dapat menghilangkan gejala-gejala murum dan putus asa. Obat ini terutama digunakan pada keadaan depresi, panic dan fobia.
Anti depresiva dibagi dalam 2 golongan :
      1.      Anti depresiva generasi pertama, seringkali disebut anti depresiva trisiklis dengan efek samping gangguan pada system otonom dan jantung. Contohnya imipramin dan amitriptilin.
      2.      Anti deprisiva generasi kedua, tidak menyebabkan efek anti kolinergik dan gangguan jantung, contohnya meprotilin dan mianserin.
b.    Psikostimulansia yaitu obat yang dapat mempertinggi inisiatif, kewaspadaan dan prestasi fisik dan mental dimana rasa letih dan kantuk ditangguhkan, memberikan rasa nyaman dan kadang perasaan tidak nyaman tapi bukan depresi.
      3.      Obat yang mengacaukan fungsi mental tertentu seperti zat-zat halusinasi, pikiran, dan impian/ khayal.
      4.      Obat Antikonvulsan
Obat mencegah & mengobati bangkitan epilepsi.
Contoh : Diazepam, Fenitoin,Fenobarbital, Karbamazepin, Klonazepam.


      5.      Obat Pelemas otot / muscle relaxant
 obat yg mempengaruhi tonus otot


      6.      Obat Analgetik atau obat penghalang nyeri
Obat atau  zat-zat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Sedangkan bila menurunkan panas disebut Antipiretika.


Atas kerja farmakologisnya, analgetik dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
  1. Analgetik Perifer (non narkotik), analgetik ini tidak dipengaruhi system saraf pusat. Semua analgetik perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu menurunkan suhu. Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Penggolongan:
Berdasarkan rumus kimianya analgetik perifer digolongkan menjadi :
      1.      Golongan salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Obat ini diindikasikan untuk sakit kepala, neri otot, demam. Sebagai contoh aspirin dosis kecil digunakan untuk pencegahan thrombosis koroner dan cerebral.
Asetosal adalah analgetik antipirentik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Efek sampingnya yaitu perangsangan bahkan dapat menyebabkan iritasi lambung  dan saluran cerna.
      2.      Golongan para aminofenol
Terdiri dari fenasetin dan asetaminofen (parasetamol ). Efek samping golongan ini serupa denga salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sedang, dan dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam, dengan mekanisme efek sentral. Efek samping dari parasetamol dan kombinasinya pada penggunaan dosis besar atau jangka lama dapat menyebabkan kerusakan hati.
      3.      Golongan pirazolon(dipiron)
Dipiron sebagai analgetik antipirentik, karena efek inflamasinya lemah. Efek samping semua derivate pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia.
      4.      Golongan antranilat
Digunakan sebagai analgetik karena sebagai anti inflamasi kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Efek samping seperti gejala iritasi mukosa lambung dan gangguan saluran cerna sering timbul.
Penggunaan :
Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan/atau antiradang. Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri, melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman, selesma, pilek) dan peradangan seperti rematik dan encok.
Efek samping :
Yang paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal dan juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu penggunaan anal-getika secara kontinu tidak dianjurkan.
      2.      Analgetik Narkotik, Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri  hebat, seperti fraktur dan kanker.
Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu:
  1. Obat perifer (non Opioid) peroral atau rectal; parasetamol, asetosal.
  2. Obat perifer bersama kodein atau tramadol.
  3. Obat sentral (Opioid) peroral atau rectal.
  4. Obat Opioid parenteral.
Penggolongan analgetik narkotik adalah sebagai berikut :
      a.       Alkaloid alam                       : morfin,codein
      b.      Derivate semi sintesis           : heroin
      c.       Derivate sintetik                   : metadon, fentanil
      d.      Antagonis morfin                  : nalorfin, nalokson, dan pentazooin.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi, dan efek samping
      1.      Morfin
Indikasi            : analgetik selama dan setelah pembedahan
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut.
Efek samping   : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/ indiksi pada over dosis.
      2.      Kodein fosfat
Indikasi           : nyeri ringan sampai sedang
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping   : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/ indiksi over dosis
      3.      Fentanil
Indikasi          : nyeri kronik yang sukar diatasi pada kanker
Konta indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping: mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
      4.      Petidin HCl
Indikasi            : nyeri sedang sampai berat, nyeri pasca bedah
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping   : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
      5.      Tremadol HCl
Indikasi            : nyeri sedang sampai berat
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping   : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
Nalorfin, Nalokson
Adalah antagonis morfin, bekerja meniadakan semua khasiat morfin dan bersifat analgetik. Khusus digunakan pada kasus overdosis atau intoksikasi obat-obat analgetik narkotik.
      7.      Antipiretik
adalah zat-zat yg dapat mengurangi suhu tubuh.
      8.      Obat Antimigrain
 Obat yang mengobati penyakit berciri serangan-serangan berkala dari nyeri hebat pada satu sisi.
9.  Obat Anti Reumatik
 Obat yang digunakan untuk mengobati atau menghilangkan rasa nyeri pada sendi/otot, disebut juga anti encok. Efek samping berupa gangguan lambung usus, perdarahan tersembunyi (okult ), pusing, tremor dan lain-lain. Obat generiknya Indomestasin, fenilbutazon, dan piroksikam.

11. Obat Anti Depresan
Obat yang dapat memperbaiki suasana jiwa dapat menghilangkan atau meringankan gejala-gejala keadaan murung yang tidak disebabkan oleh kesulitan sosial, ekonomi dan obat-obatan serta penyakit.

12. Neuroleptika
Obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis (jiwa) tertentu tanpa menekan fungsi-fungsi umum seperti berfikir dan berkelakuan normal. Obat ini digunakan pada gangguan (infusiensi) cerebral seperti mudah lupa, kurang konsentrasi dan vertigo. Gejalanya dapat berupa kelemahan ingatan jangka pendek dan konsentrasi, vertigo, kuping berdengung, jari-jari dingin, dan depresi.


Obat generik, indikasi, kontra indikasi, dan efek samping
      1.      Piracetam
Obat ini diindikasikan untuk gejala dengan proses menua seperti daya ingat berkurang, terapi pada anak seperti kesulitan belajar.
      2.      Pyritinol HCl
Obat ini diindikasikan untuk pasca trauma otak, perdarahan otak, gejala degenerasi otak sehubungan gangguan metabolism.
      3.      Mecobalamin
Obat ini diindikasikan untuk terapi neuropati perifer.
13. Obat Antiepileptika
Obat yang dapat menghentikan penyakit ayan, yaitu suatu penyakit gangguan syaraf yang ditimbul secara tiba-tiba dan berkala, adakalanya disertai perubahan-perubahan kesadaran.
Penyebab antiepileptika : pelepasan muatan listrik yang cepat, mendadak dan berlebihan pada neuron-neuron tertentu dalam otak yang diakibatkan oleh luka di otak( abses, tumor, anteriosklerosis ), keracunan timah hitam dan pengaruh obat-obat tertentu yang dapat memprovokasi serangan epilepsi.


Jenis –  Jenis Epilepsi :
      1.      Grand mal (tonik-tonik umum )
Timbul serangan-serangan yang dimulai dengan kejang-kejang otot hebat dengan pergerakan kaki tangan tak sadar yang disertai jeritan, mulut berbusa,mata membeliak dan disusul dengan pingsan dan sadar kembali.
      2.      Petit mal
Serangannya hanya singkat sekali tanpa disertai kejang.
      3.      Psikomotor (serangan parsial kompleks)
Kesadaran terganggu hanya sebagian tanoa hilangnya ingatan dengan memperlihatkan perilaku otomatis seperti gerakan menelan atau berjalan dalam lingkaran.
Penggunaan
      1.      untuk menghindari sel-sel otak
      2.      mengurangi beban social dan psikologi pasien maupun keluarganya
      3.      profilaksis/pencegahan sehingga jumlah serangan berkurang
Penggolongan
      1.      Golongan hidantoin, adalah obat utama yang digunakan pada hamper semua jenis epilepsi. Contoh fenitoin.
      2.      Golongan barbiturat, sangat efektif sebagi anti konvulsi, paling sering digunakan pada serangan grand mal. Contoh fenobarbital dan piramidon.
      3.      Golongan karbamazepin, senyawa trisiklis ini berkhasiat antidepresif dan anti konvulsif.
      4.      Golongan benzodiazepine, memiliki khasiat relaksasi otot, hipnotika dan antikonvulsiv yang termasuk golongan ini adalah desmetildiazepam yang aktif,klorazepam, klobazepam.
      5.      Golongan asam valproat, terutama efektif untuk terapi epilepsy umum tetapi kurang efektif terhadap serangan psikomotor. Efek anti konvulsi asam valproat didasarkan meningkatkan kadar asam gama amino butirat acid.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi, efek samping
      1.      Fenitoin
Indikasi            : semua jenis epilepsi,kecuali petit mal, status epileptikus
Kontra indikasi: gangguan hati, wanita hamil dan menyusui
Efek samping  : gangguan saluran cerna, pusing nyeri kepala tremor, insomnia.
      2.      Penobarbital
Indikasi            : semua jenis epilepsi kecuali petit mal, status epileptikus
Kontra indikasi: depresi pernafasan berat, porifiria
Efek samping :mengantuk, depresi mental
      3.      Karbamazepin
Indikasi            : epilepsi semua jenis kecuali petit mal neuralgia trigeminus
Kontra indikasi: gangguan hati dan ginjal, riwayat depresi sumsum tulang
Efek samping  : mual,muntah,pusing, mengantuk, ataksia,bingung
      4.      Klobazam
Indikasi            : terapi tambahan pada epilepsy penggunaan jangka pendek ansietas.
Kontra indikasi: depresi pernafasan
                           Efek samping  : mengantuk, pandangan kabur, bingung, amnesia ketergantungan kadang-kadang nyeri kepala, vertigo hipotensi.
      5.      Diazepam
Indikasi            : status epileptikus, konvulsi akibat keracunan
Kontra indikasi: depresi pernafasan
                         Efek sampin  : mengantuk, pandangan kabur, bingung, antaksia, amnesia, ketergantungan, kadang nyeri kepala.
14. Obat Antiemetika
Obat untuk mencegah / menghentikan muntah akibat stimulasi pusat muntah yang disebabkan oleh rangsangan lambung usus, melalui CTZ (Cheme Receptor Trigger Zone) dan melalui kulit otak.

Penggunaan :
Antiemetika diberikan kepada pasien dengan keluhan sebagai berikut :
      1.      Mabuk jalan
      2.      Mabuk kehamilan
      3.      Mual atau muntah yang disebabkan penyakit tertentu seperti pada pengobatan dengan radiasi atau obat-obat sitostatik.
Penggolongan
      1.      Anti histamin
Efek samping anti histamine ini adalah mengantuk. Anti histamine yang dipaki adalah sinarizin, dimenhidrinat, dan prometazin, toklat.

      2.      Dopamin blokersinarizin
      e.       Metoklopramid dan fenotiazin
Bekerja secara selektif merintangi reseptor dopamine ke chemo reseptor trigger zone tetapi tidak efektif untuk motion sickness. Obat yng dipaki adalah klorpromazin HCl,perfenazin, proklorperazin dan trifluoperazin.
      f.       Domperidon
Bekerja berdasarkan peringatan reseptor dopamine ke CTZ. Efek samping jarang terjadi hanya berupa kejang-kejang usus. Obat ini dipaki pada kasus mual dan muntah yang berkaitan dengan obat-obatan sitostatika.
      3.      Antagonis serotonin
Bermanfaat pada pasien mual, muntah yang berkaitan dengan obat-obatan sitostatika.

Obat generic, indikasi, kontra indikasi, efek samping
      1.      Sinarizin
Indikasi            : kelainan vestibuler seperti vertilago, tinnitus, mual dan muntah.
Kontra indikasi : kehamilan/ menyusui, hipotensi, dan serangan asma
Efek samping   : gejala ekstra pyramidal, mengantuk, sakit kepala
      2.      Dimenhidrinat
Indikasi            : mual, muntah, vertigo, mabuk perjalanan dan kelainan labirin
Kontra indikasi : serangan asma akut, gagal jantung dan kehamilan
Efek samping   : mengantuk dan gangguan psikomotor
      3.      Klorpromazin HCl
Indikasi            : mual dan muntah
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping   : mengantuk, gejala ekstra piramidal
      4.       Perfenazin
Indikasi            : mual dan muntah berat
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping   : mengantuk, gejala ekstra piramidal
      5.      Proklorperazin
Indikasi            : mual dan muntah akibat gangguan pada labirin
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping   : mengantuk, gejala ekstra piramidal
      6.      Trifluoperazin
Indikasi            :mual dan muntah berat
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping   : mengantuk, gejala ekstra piramidal
15. Obat Parkinson (penyakit gemetaran )
Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit Parkison yang ditandai dengan gejala tremor, kaku otot,gangguan gaya berjalan, gannguan kognitif, persepsi, dan daya ingat. Penyakit ini terjadi akibat proses degenerasi yang progresif dan sel-sel otak  sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi neurotransmitter yaitu dopamin.


Gejala – gejala Parkison dapat dikelompokan sebagai berikut :
  Ø  Gangguan motorik positif, misalnya terjadi tremor dan rigiditas. Gangguan negative misalnya terjadi hipokinesia.
  Ø  Gejala vegetatif, seperti air liur dan air mata berlebihan, muka pucat dan kaku.
  Ø  Gangguan psikis, seperti berkurangnya kemampuan mengambil keputusan, merasa tertekan.
Penyebab penyakit Parkinson :
  v  Idiopatik (tidak diketahui sebabnya)        
  v  Radang, trauma, anterosklerosis pada otak
  v  Efek samping obat psikofarmaka
Penggunaan : meskipun pengobatan parkison tidak dapat mencegah progesi penyakit, tetapi sangat memperbaiki kualitas dan harapan hidup kebanyakan pasien. Karena itu pemberian obat sebaiknya dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan sedikit demi sedikit.
Penggolongan
Berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi :
      1.      Obat anti muskarinik, seperti triheksifenidil/ benzheksol, digunakan pada pasien dengan gejala ringan dimana tremor adalah gejala yang dopamin.
      2.      Obat anti dopaminergik, seperti levodopa, bromokriptin. Untuk penyakit Parkinson idiopatik, obat pilihan utama adalah levodopa.
      3.      Obat anti dopamine antikolinergik, seperti amantadine.
      4.      Obat untuk tremor essensial, seperti haloperidol, klorpromazine, primidon.
Obat generic, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
      1.      Triheksifenidil
Mempunyai daya antikolinergik yang dapat memperbaikintremor, tetapi kurang efektif terhadap akinesia dan kekakuan.
      2.      Biperidin
Derivate yang terutama efektif terhadap akinesia dan kekakuan, kurang aktif terhadap tremor. Efek samping kurang lebih sama.
Indikasi            : Parkinson, gangguan ektrapiramidal karena obat.
Kontra indikasi : retensi urine, glaucoma, tersumbatnya saluran cerna
                           Efek samping     : gangguan lambung usus, mulut kering, gangguan penglihatan dan efek-efek sentral.
      3.      Levodopa
Levodopa terutama efektif terhadap hipokinesia dan kekakuan, sedangkan terhadap tremor umumnya kurang efektif dibandingkan dengan antikolinergik.
Indikasi                        : parkinsonisme bukan karena obat
Kontra indikasi : glukoma, penyakit psikiatri berat
Efek samping   :anoreksia, mual, muntah, insomnia
      4.      Bromokriptin
Bekerja sebagai antagonis dopamine, obat ini semula digunakan pada pasien-pasien parkison hanya dimana efek-efek dopa berkurang setelah beberapa tahun dan efeknyapun menjadi singkat, bersamaan dengan lebih seringnya terjadi efek samping.
Indikasi            : parkinsonisme
                        Efek samping :gangguan lambung usus, pada dosis tinggi halusinasi, gangguan psikomotor dll.
      5.      Amantadine
Obat anti influenza ini secara kebetulan ditemukan daya anti parkisonnya.
                           Efek samping     : lebih ringan dari levodopa, pada dosis biasa tidak sring terjadi antara lain mulut kering, gangguan penglihatan, hipotensi ortostatik, kadang-kadang terjadi udema mata kaki.
                           Mekanisme kerja melalui memperbanyak pelepasan dari ujung-ujung saraf.
Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf secara bertahap pada otak bagian tengah yang berfungsi mengatur pergerakan tubuh. Gejala yang banyak diketahui orang dari penyakit Parkinson adalah terjadinya tremor atau gemetaran. Tapi gejala-gejala penyakit Parkinson pada tahap awal sulit dikenali, misalnya:
  • Merasa lemah atau terasa lebih kaku pada sebagian tubuh.
  • Gemetaran halus pada salah satu tangan saat beristirahat.
Pengobatan yang dilakukan untuk penyakit Parkinson difokuskan untuk meredakan gejala yang muncul dan juga menjaga agar pasien bisa tetap beraktivitas sehari-hari semaksimal mungkin. Hingga kini, belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit ini sepenuhnya.
Pada tahap awal penyakit Parkinson, pengobatan mungkin tidak perlu dilakukan, mengingat gejala yang terjadi masih ringan. Tapi pertemuan rutin dengan dokter dianjurkan untuk mengawasi kondisi kesehatan Anda.
Pelajari dan tanyakan risiko dan manfaat tiap jenis pengobatan yang dilakukan untuk penyakit Parkinson. Dengan ini, Anda bisa lebih mudah dalam menentukan dan mengikuti proses pengobatan yang ada.

Terapi untuk Penyakit Parkinson

Berikut ini adalah beberapa terapi yang disarankan untuk membantu meredakan gejala yang muncul akibat penyakit Parkinson:
  • Fisioterapi. Terapi ini berfungsi untuk membantu penderita mengatasi kekakuan otot dan juga rasa sakit pada persendian ketika bergerak. Jadi dengan terapi ini penderita bisa bergerak dengan leluasa dan mempertahankan kelenturan tubuh. Terapi ini akan melatih kemampuan dan stamina agar penderita bisa melakukan aktivitas tanpa bergantung kepada orang lain.
  • Perubahan menu makanan. Salah satu gejala dari penyakit Parkinson adalah terjadinya konstipasi. Kondisi ini bisa dikurangi dengan lebih banyak mengonsumsi air dan makanan berserat tinggi. Jika penderita mengalami tekanan darah rendah terutama saat bangkit berdiri, asupan garam bisa ditingkatkan untuk membantu mengatasinya.
  • Terapi wicara. Penderita penyakit Parkinson cenderung mengalami kesulitan atau bermasalah dalam berbicara. Jika diperlukan, ahli terapi wicara bisa membantu meningkatkan cara berbicara.

Obat-obatan Penyakit Parkinson

Gejala-gejala utama, seperti tremor dan gangguan pada pergerakan tubuh, bisa dikurangi dengan obat-obatan. Tapi tidak semua obat cocok untuk semua orang, dan reaksi terhadap obat itu juga berbeda-beda. Berikut ini adalah obat-obatan yang biasa diberikan:
  • Levodopa. Obat ini diserap oleh sel-sel saraf dalam otak dan diubah menjadi senyawa kimia dopamine. Dengan meningkatkan kadar dopamine, levodopa membantu mengatasi gangguan pergerakan tubuh. Jenis obat levodopa yang lain yang dipakai untuk mengatasi gangguan suasana hati adalah duodopa.
  • Dopamine agonist. Obat ini berfungsi untuk menggantikan dopamine di dalam otak dengan efek yang sama seperti levodopa. Dopamine agonist umumnya digunakan pada tahap awal Parkinson karena efek samping yang ditimbulkan tidak sekuat levodopa.
  • Monoamine oxidase-b inhibitors (MAO-B). Obat ini berfungsi menghambat senyawa kimia otak yang menghancurkan dopamine. Yang termasuk dalam MAO-B adalah selegiline dan rasagiline. MAO-B bisa dikonsumsi bersamaan dengan levodopa atau dopamine agonist. Obat ini membantu meredakan gejala penyakit Parkinson, meski dampaknya tidak sekuat levodopa.
  • Catechol-O-methyltransferase inhibitor (COMT). Obat ini khusus diberikan kepada orang dengan penyakit Parkinson di tahap lanjutan. Obat ini menghambat enzim yang menghancurkan levodopa.
Untuk mengetahui dosis, aturan pakainya, tanyakan kepada dokter yang menangani Anda. Selain itu, tanyakan tentang efek dan risiko dari masing-masing obat-obatan terhadap tubuh Anda.

Operasi pada Penyakit Parkinson

Operasi hanya dianjurkan jika penanganan dengan obat-obatan pada penyakit Parkinson tidak bisa meredakan gejala yang muncul. Operasi ini dikenal sebagai deep brain stimulisation atau stimulasi otak dalam yang bekerja dengan merangsang bagian otak yang terganggu akibat penyakit Parkinson. Walau tidak menyembuhkan, prosedur ini mampu mengurangi gejala Parkinson bagi sebagian penderitanya.

Mengatasi Gejala Lain Akibat Penyakit Parkinson

Penyakit Parkinson dapat menimbulkan gejala lanjutan lain seperti depresi dan serangan kecemasan. Untuk mengatasinya, Anda bisa lakukan penanganan sendiri, terapi, atau dengan obat-obatan. Baca selengkapnya tentang pengobatan depresi.
Insomnia yang muncul akibat penyakit Parkinson bisa diatasi dengan cara mengatur rutinitas waktu tidur Anda. Terapi dan obat-obatan juga bisa membantu dalam mengatasi insomnia. Baca selengkapnya tentang pengobatan insomnia.
Untuk mengatasi gejala inkontinensia urin, Anda bisa berlatih cara mengencangkan otot panggul, menggunakan dengan obat-obatan dan operasi pada kasus yang parah.
Penderita Parkinson juga dapat mengalami disfagia atau kesulitan dalam menelan. Ketika ini terjadi, makanan akan perlu diproses dan dilembutkan sebelum diberi kepada penderita.

      PENGGOLONGAN OBAT SEDATIF-HIPNOTIK
            Secara klinis obat-obatan sedatif – hipnotik digunakan sebagai obat-obatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan kronik, tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang serta insomnia. Obat-obatan sedatiif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
      1.      Benzodiazepin
      2.      Barbiturat
      3.      Golongan obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin

3.1.Benzodiazepin

Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medulla spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepin banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring anestesi. Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus, yaitu flumazenil.
Mekanisme Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alcohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
            Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari reseptor GABA di otak (korteks serebral, korteks sereblum, thalamus). Sementara efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub unit alpha 2 (Hipokampus dan amigdala).
            Perbadaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini.
            Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan menghambat transportasi nukleosida. Adenosine penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan oksigenase melalui vasodilatasi arteri koroner) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung.
Efek Samping
            Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada pengunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan mengganguaktivitas setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hati-hati pada pasien dengan penyakit paru kronis.
            Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat anestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek analgesiknya. Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga meningkatkan efek analgesic opioid.
Contoh obat
a.       Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin  yang stabil dalam larutan dan metabolism yang cepat. Obat ini telah menggatikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam.
Larutan midazolam dibuat asam dengan pH < 4 agar cincin tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh, akan terjadi perubahan pH sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut dalam lemak. Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari obat lain.
Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat disbanding propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolism porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam lebih pendek daripada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.
      b.      Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Injeksi secra IV atau IM akan menyebabkan nyeri.
Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.
c.       Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama.
Farmakokinetik
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati menjadi bentuk inaktif yang dieksresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama yaitu 10-20 jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis yang diberikan. Karena metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih lambat disbanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah.
3.2.Barbiturat

            Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama banyak digunakan.
            Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat.
            Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya fenobarbital.
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
            Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
            Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.
Kontraindikasi 
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.

3.3.Nonbarbiturat- nonbenzodiazepin
1)      Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,5-1,5 jam.
2)      Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan etomide, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan local melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang menimbulkan efek analgesia.
 Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di plasma.
3)      Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot, kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP dan asetaminofen.
ANASTETIKA
Anestetika umum adalah obat yang dapat menimbulkan anesthesia atau narkosa (Yun. an = tanpa, aesthesis = perasaan), yakni suatu keadaan depresi umum yang bersifat refersibel dari pelbagai sifat di SSP, di mana seluruh perasaan dan kesadaran di tiadakan, sehingga agak mirip keadaan pingsan.

Anestetika di gunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan , merintangi perasaan nyeri (analgesia), memblokir reaksi reflex terhadap manipulasi pembedahan , serta menimbulkan pelemasan otot ( relaksasi).

Taraf – taraf narkosa
Anestetika umum dapat menekan SSP secara bertingkat dan berturut-turut menghentikan aktifitas bagiannya. Ada 4 taraf narkosa, yakni:
a. Analgesia: kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadinya euforia (rasa nyaman) yang disertai impian yang mirip halusinasi. Eter dan nitrogenmonoksida memberikan analgesia baik pada taraf ini, sedangkan halotan dan thiopental baru tahap berikut.

b. Eksitasi: kesadaran hilang dan timul kegelisahan. Kedua taraf ini juga disebut taraf induksi.


c. Anesthesia: pernafasan menjadi dangkal, cepat dan teratur, seperti keadaan tidur (pernafasan perut), gerakan mata dan reflex mata hilang, sedangkan otot menjadi lemas.

d. Kelumpuhan sum-sum tulang: kegiatan jantung dan pernafasan terhenti. Pada taraf ini sedapat mungkin sebaiknya di hindarkan.
Pada hakikatnya, kembalinua kessadaran atau siuman (recovery) berlangsung dalam uruttan terbalik, dari c ke a



Kriteria analgetika yang baik
a. Mulai bekerjanya cepat.
b. Tanpa efek samping, seperti kegelisahan.
c. Tidak merangsang mukosa.
d. Pemulihannya harus cepat tanpa efek-sisa. Seperti perasaan kacau, mual dan muntah.
e. Tidak boleh meningkatkan perdarahan kapiler selama pembedahan.


Penggolongan
Berdasarkan cara penggunaannya, anestetika umuum dibagi dalam dua kelompok, yakni:
1) Anestetika inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, dan sevofluran.

Obat-obat ini diberikan sebagai uap melelui saluran pernafasan.
Keuntungannya adalah :
a. resorbsi yang cepat melalui paru-paru, seperti juga ekskresinya melalui gelembung paru (alveoli) dan biasanya dalam keadaan utuh.
b. Pemberiannya mudah dipantau dan bila perlu pada setiap waktu dapat di hentikan.
c. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara anestesi.


2) Anestetika intravena: toipental, diazepam dan midazolam, ketamin, dan propofol.

Obat-obat ini juga dapat di berikan dalam sediaan supositoria secara rectal, tetapi resorbsinya kurang teratur. Obat-obat ini terutama di gunakan untuk mendahului (induksi) anestesi total, atau memeliharanya, juga sebagai anestesi pada pembedahan singkat.

Keuntungan anestetika-inhalasi di bandingkan dengan anestesika-intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi.



Efek samping
Hampir semua anestetika inhalasi menghasilkan sejumlah efek samping dan yang terpenting adalah:
ü Menekan pernafasan
Yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran, dan isofluran.
ü Menekan system kardiovaskular
Terutama oleh halotan, enfluran, dan isofluran.
ü Merusak hati dan ginjal
Terutama senyawa klor, misalnya kloroform
ü Oliguri (reversiblel)
Karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu di hidratasi secukupnya.
ü Menekan system regulasi suhu
Sehingga timbul perasaan kedinginan(menggigil) pasca bedah.


ZAT-ZAT TERSENDIRI

1) Eter (E.I): diethylether, ether ad narcosin.

Cairan dengan bau yang khas yang sangat mudah menguap dan menyala, juga eksplosif (1842). Khasiat analghesia dan anestesinya kuat dengan relaksasi otot baik.
Eter digunakan pada pelbagai jenis pembedahan, terutama bila di perlukan relaksasi otot sebagian besar eter yang diinhhalasi, dikeluarkan melalui paru-paru dan sebagian kecil dimetabolisasikan di hati. Batas keamanannya (indeks terapi) lebar, karena Eter mudah melewati plasenta.

Efek samping:
a. Mudah menyala.
b. Merangsang mukosa ssaluran pernafasan, hingga perlu di berikan premedikasi berupa morfin-atropin 10-0,25 mg.
c. Induksi berjalan lambat dan sering disertai dengan ketegangan.
d. Meningkatnya sekresi ludah dan sekret bronchi.





2) Trikloretilen: Trilene, Cl2C=CHCl.

Cairan dengan baud an rasa seperti kloroform (CHCl3), tidak berwarna atau berwarna biru muda (diberi zat warna guna identifikasi), juga tidak dapat menyala ddan tidak ekspklosif(1911). Khasiat anestesinya lemah dan lebih ringan dari pada kloroform, tetapi kerjanya lebih lambat, sifat analgetisnya lebih kuat dan toksisitasnya lebih ringan. Serkarang obat ini tidak banyak digunakakn lagi, kecuali sebagai anestetikum banttuan pada pembedahan singkat di kedokteran gigi dan kebidanan.


3) Nitrogenoksida: gas tertawa

N2O adalah gas tak berwarna dengan bau yang khas, rasanya kemanis-manisan dan ca 1,5 kali lebih berat dari udara. Tidak bersifat merangsang dan tidak dapat menyala(1844
).
Khasiat analgetisnya kuat, tetapi khasiat anestetisnya lemah dan tidak memiliki sifat merelaksasi otot.

Efek sampingnya:
a. Dapat menimbulkan hipoksia
b. Setelah penggunaan lama dapat timbul anemia megaloblaster, akibat oksidasi dari atom kobalt dalam vitamin B12.

Dosis : tracheal 50-66 v % bersama oksigen,


4) Halotan: flouthane

Cairan dengan sifatt-sifat fisika, seperti kloroform, lebih kurang sama berat jenis , bau, dan rasanya, juga tidak dapat menyala dan tidak eksplosif (1956).khasiat anestetisnya sangat kuat (2 kali kloroform dan 4 kali eter), tetapi khasiat analgetisnya rendah dan daya relaksasi ototnya ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam. Sebaiknya halotan di gunakan dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan suatu relaksans otot, seperti galamin atau suksametonium.

Kelarutannya dalam darah relative rendah, maka induksinya lambat, mudah di gunakan, dan tidak merangsang mukosa saluran pernafasan, bahkan bersifat menekan reflex dari pharynk dan larynk, melebarkan bronchioli, dan mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi. Pemulihannya juga lancar , sehingga banyak di gunakan seebagai anestetikum-pokok atau anestetikum-pembantu pada narkosa dengan obat-obat berdaya kerja lemah seperti N2O.

Efek sampingnya:
a. Menekan pernafasan dan kegiatan jantung (aritmia).
b. Hipotensi
c. Pada penggunaan berulang dapat menyebabkan kerusakan hati.

Dosis: tracheal 0,5-3 v %.

5) Enfluran: Enthrane, Alyrane.
Senyawa-klor-pentafluor ini(1972) adalah anestetikum-inhalasi kuat, yang di gunakan pada pelbagai jenis pembedahan, juga sebagai analgetikum pada persalinan. Berdasarkan struktur eternya, senyawa ini memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, disamping menidurkan. Dibandingkan dengan halotan, zat ini tidak begitu menekan SSP.

Efek sampingnya berupa hipotensi, menekan pernafasan, aritmi dan merangsang SSP. Pasca bedah timbul hipotermi (menggigil) serta mual dan muntah. Berdasarkan daya kerjanya yang melemaskan otot uterus, zat ini dapat meningkatkan pendarahan pada saat persalinan, sectio caesarea, dan abortus.

Dosis: tracheal 0,5-4 v %


• Isofluran : Forane, Aerrane.
Isomer (1971) dari enfluran ini baunya tidak enak dan juga merupakan anestetikum inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik.
Kebanyakan digunakan dalam kombinasi dengan anestetika-intravena untuk mengiunduksi anestesi.
Deya kerjanya dan penekanannya terhadap SSP sama dengan enfluran. Tidak menyala dan tidak eksplosif. Walaupun molekulnya mengandung 5 atom fluor, kadar florida dalam ginjal sangat rendah, sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap fungsi ginjal


Efek sampingnya:
a. Hipotensi
b. Aritmi
c. Menggigil
d. Konstriksi bronchi
e. Meningkatnya jumlah leukosit
f. Pasca bedah dapat timbul muntah, mual dan keadaan tegang pada lebih kurang 10% pasien

Dosis : tracheal 0,5-3v% dalam oksigen, atau bersama oksigen dan N2O.


                                                KATEGORI OBAT-OBATAN ANTIKONVULSAN
Mencegah kambuhnya kejang dan mengakhiri aktivitas klinik dan elektrik kejang.
1. Magnesium sulfat.
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk mengobati kejang eklamptik (dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin). Merupakan antikonvulsan yang efektif dan membantu mencegah kejang kambuhan dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan aliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil mengontrol kejang eklamptik pada >95% kasus. Selain itu zat ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran darah ke uterus. Mekanisme kerja magnesium sulfat adalah menekan pengeluaran asetilkolin pada motor endplate. Magnesium sebagai kompetisi antagonis kalsium juga memberikan efek yang baik untuk otot skelet.

Magnesium sulfat dikeluarkan secara eksklusif oleh ginjal dan mempunyai efek antihipertensi. Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena lebih disukai karena dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat terapetik lebih singkat. Rute intramuskular cenderung lebih nyeri dan kurang nyaman, digunakan jika akses IV atau pengawasan ketat pasien tidak mungkin. Pemberian magnesium sulfat harus diikuti dengan pengawasan ketat atas pasien dan fetus.
Tujuan terapi magnesium adalah mengakhiri kejang yang sedang berlangsung dan mencegah kejang berkelanjutan. Pasien harus dievaluasi bahwa refleks tendon dalam masih ada, pernafasan sekurangnya 12 kali per menit dan urine output sedikitnya 100 ml dalam 4 jam. Terapi magnesium biasanya dilanjutkan 12-24 jam setelah bayi lahir ; dapat dihentikan jika tekanan darah membaik serta diuresis yang adekuat. Kadar magnesium harus diawasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, pada level 6-8 mg/dl. Pasien dengan urine output yang meningkat memerlukan dosis rumatan untuk mempertahankan magnesium pada level terapetiknya. Pasien diawasi apakah ada tanda-tanda perburukan atau adanya keracunan magnesium.

Protokol pemberian magnesium menurut The Parkland Memorial Hospital, Baltimore, adalah sebagai berikut :
4 g. magnesium sulfat IV dalam 5 menit, dilanjutkan dengan 10 g. magnesium sulfat dicampur dengan 1 ml lidokain 2% IM dibagi pada kedua bokong. Bila kejang masih menetap setelah 15 menit lanjutkan dengan pemberian 2 g. magnesium sulfat IV dalam 3-5 menit. Sebagai dosis rumatan, 4 jam kemudian berikan 5 g. magnesium sulfat IM, kecuali jika refleks patella tidak ada, terdapat depresi pernafasan, atau urine output <100 ml dalam 4 jam tersebut. Atau dapat diberikan magnesium sulfat 2-4 g/jam IV. Bila kadar magnesium >10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian bolus maka dosis rumatan dapat diturunkan. Level terapetik adalah 4,8-8,4 mg/dl. Dengan protokol di atas, biasanya serum magnesium akan mencapai 4-7 mg/dl pada pasien dengan distribusi volume normal dan fungsi ginjal yang normal. Pengawasan aktual serum magnesium hanya dilakukan pada pasien dengan gejala keracunan magnesium atau pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pasien dapat mengalami kejang ketika mendapat magnesium sulfat. Bila kejang timbul dalam 20 menit pertama setelah menerima loading dose, kejang biasanya pendek dan tidak memerlukan pengobatan tambahan.

Bila kejang timbul >20 menit setelah pemberian loading dose, berikan tambahan 2-4 gram magnesium. dosis: inisial: 4-6 g. IV bolus dalam 15-20 menit; bila kejang timbul setelah pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 g. IV dalam 3-5 menit. Kurang lebih 10-15% pasien mengalami kejang lagi setelah pemberian loading dosis. Dosis rumatan: 2-4 g./jam IV per drip. Bila kadar magnesium > 10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian per bolus maka dosis rumatan dapat diturunkan. Pada Magpie Study, untuk keamanan, dosis magnesium dibatasi. Dosis awal terbatas pada 4 g. bolus IV, dilanjutkan dengan dosis rumatan 1 g./jam. Jika diberikan IM, dosisnya 10 g. dilanjutkan 5 g. setiap 4 jam. Terapi diteruskan hingga 24 jam kontraindikasi : Hipersensitif terhadap magnesium, adanya blok pada jantung, penyakit Addison, kerusakan otot jantung, hepatitis berat, atau myasthenia gravis.
Interaksi : Penggunaan bersamaan dengan nifedipin dapat menyebabkan hipotensi dan blokade neuromuskular. Dapat meningkatkan terjadinya blokade neuromuskular bila digunakan dengan aminoglikosida, potensial terjadi blokade neuromuskular bila digunakan kersamaan dengan tubokurarin, venkuronium dan suksinilkolin. Dapat meningkatkan efek SSP dan toksisitas dari depresan SSP, betametason dan kardiotoksisitas dari ritodrine.

Kategori keamanan pada kehamilan : A – aman pada ehamilan.(Fugate SR dkk), Peringatan : Selalu monitor adanya refleks yang hilang, depresi nafas dan penurunan urine output: Pemberian harus dihentikan bila terdapat hipermagnesia dan pasien mungkin membutuhkan bantuan ventilasi. Depresi SSP dapat terjadi pada kadar serum 6-8 mg/dl, hilangnya refleks tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi pernafasan pada kadar 12-17 mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan henti jantung pada kadar 19-20 mg/dl. Bila terdapat tanda keracunan magnesium, dapat diberikan kalsium glukonat 1 g. IV secara perlahan. Magnesium sulfat harus dipikirkan untuk wanita hamil dengan eklampsia karena harganya murah, cocok digunakan di negara yang pendapatannya rendah. Pemberian intravena lebih disukai karena efek sampingnya lebih rendah dan masalah yang disebabkan oleh tempat penyuntikan lebih sedikit. Lamanya pengobatan umumnya tidak lebih dari 24 jam, dan bila rute intravena digunakan untuk terapi rumatan maka dosisnya jangan melebihi 1 g/jam.Pemberian dan pengawasan klinik selama pemberian magnesium sulfat dapat dilakukan oleh staf medik, bidan dan perawat yang sudah terlatih.

2. Fenitoin
Fenitoin telah berhasil digunakan untuk mengatasi kejang eklamptik, namun diduga menyebabkan bradikardi dan hipotensi. Fenitoin bekerja menstabilkan aktivitas neuron dengan menurunkan flux ion di seberang membran depolarisasi. Keuntungan fenitoin adalah dapat dilanjutkan secara oral untuk beberapa hari sampai risiko kejang eklamtik berkurang. Fenitoin juga memiliki kadar terapetik yang mudah diukur dan penggunaannya dalam jangka pendek sampai sejauh ini tidak memberikan efek samping yang buruk pada neonatus.
Dosis awal: 10 mg/kgbb. IV per drip dengan kecepatan < 50 mg/min, diikuti dengan dosis rumatan 5 mg/kgbb. 2 jam kemudian. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap fenitoin, blok sinoatrial, AV blok tingkat kedua dan ketiga, sinus bradikardi, sindrom Adams-Stokes. Interaksi : Amiodaron, benzodiazepin, kloramfenikol, simetidin, flukonazol, isoniazid, metronidazol, miconazol, fenilbutazon, suksinimid, sulfonamid, omeprazol, fenasemid, disulfiram, etanol (tertelan secara akut), trimethoprim dan asam valproat dapat meningkatkan toksisitas fenitoin. Efektivitas fenitoin dapat berkurang bila digunakan bersamaan dengan obat golongan barbiturat, diazoksid, etanol, rifampisin, antasid, charcoal, karbamazepin, teofilin, dan sukralfat. Fenitoin dapat menurunkan efektifitas asetaminofen, kortikosteroid, dikumarol,disopiramid, doksisiklin, estrogen, haloperidol, amiodaron, karbamazepin, glikosida jantung, kuinidin, teofilin, methadon, metirapon, mexiletin, kontrasepsi oral, dan asam valproat.
Kategori keamanan pada kehamilan: D-Tidak aman untuk kehamilan. Peringatan: Diperlukan pemeriksaan hitung jenis dan analisis urin saat terapi dimulai untuk mengetahui adanya diskrasia darah. Hentikan penggunaan bila terdapat skin rash, kulit mengelupas, bulla dan purpura pada kulit. Infus yang cepat dapat menyebabkan kematian karena henti jantung, ditandai oleh melebarnya QRS. Hati-hati pada porfiria intermiten akut dan diabetes (karena meningkatkan kadar gula darah). Hentikan penggunaan bila terdapat disfungsi hati.
3. Diazepam

Telah lama digunakan untuk menanggulangi kegawatdaruratan pada kejang eklamptik. Mempunyai waktu paruh yang pendek dan efek depresi SSP yang signifikan. Dosis : 5 mg IV. Kontraindikasi: Hipersensitif pada diazepam, narrowangle glaucoma. Interaksi: Pemberian bersama fenotiazin, barbiturat, alkohol dan MAOI meningkatkan toksisitas benzodiazepin pada SSP.Kategori keamanan pada kehamilan: D-tidak aman digunakan pada wanita hamil. Peringatan : Dapat menyebabkan flebitis dan trombosis vena, jangan diberikan bila IV line tidak aman; Dapat menyebabkan apnea pada ibu dan henti jantung bila diberikan terlalu cepat. Pada neonatus dapat menyebabkandepresi nafas, hipotonia dan nafsu makan yang buruk. Sodium benzoat berkompetisi dengan bilirubin untuk pengikatan albumin, sehingga merupakan faktor predisposisi kernikterus pada bayi.

ANTIHIPERTENSI

Hipertensi yang berasosiasi dengan eklampsia dapat dikontrol dengan adekuat dengan menghentikan kejang. Antihipertensi digunakan bila tekanan diastolik >110 mmHg. untuk mempertahankan tekanan diastolik pada kisaran 90-100 mmHg. Antihipertensi mempunyai 2 tujuan utama: (1) menurunkan angka kematian maternal dan kematian yang berhubungan dengan kejang, stroke dan emboli paru dan (2) menurunkan angka kematian fetus dan kematian yang disebabkan oleh IUGR, placental abruption dan infark. Bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat akan menyebabkan hipoperfusi uterus. Pembuluh darah uterus biasanya mengalami vasodilatasi maksimal dan penurunan tekanan darah ibu akan menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta. Walaupun cairan tubuh total pada pasien eklampsia berlebihan, volume intravaskular mengalami penyusutan dan wanita dengan eklampsia sangat sensitif pada perubahan volume cairan tubuh. Hipovolemia menyebabkan penurunan perfusi uterus sehingga penggunaan diuretik dan zat-zat hiperosmotik harus dihindari. Obat-obatan yang biasa digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi adalah hidralazin dan labetalol. Nifedipin telah lama digunakan tetapi masih kurang dapat diterima.

1. Hidralazin
Merupakan vasodilator arteriolar langsung yang menyebabkan takikardi dan peningkatan cardiac output. Hidralazin membantu meningkatkan aliran darah ke uterus dan mencegah hipotensi. Hidralazin dimetabolisir di hati. Dapat mengontrol hipertensi pada 95% pasien dengan eklampsia. Dosis: 5 mg IV ulangi 15-20 menit kemudian sampai tekanan darah <110 mmHg. Aksi obat mulai dalam 15 menit, puncaknya 30-60 menit, durasi kerja 4-6 jam. Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap hidralazin, penyakit rematik katup mitral jantung. Interaksi: MAOI dan beta-bloker dapat meningkatkan toksisitas hidralazin dan efek farmakologi hidralazin dapat berkurang bila berinteraksi dengan indometasin. Kategori keamanan pada kehamilan: C – keamanan penggunaanya pada wanita hamil belum pernah ditetapkan. Peringatan: Pasien dengan infark miokard, memiliki penyakit jantung koroner; Efek sampingnya kemerahan, sakit kepala, pusing-pusing, palpitasi, angina dan sindrom seperti idiosinkratik lupus.(biasanya pada penggunaan kronik).

2. Labetalol
Merupakan beta-bloker non selektif. Tersedia dalam preparat IV dan per oral. Digunakan sebagai pengobatan alternatif dari hidralazin pada penderita eklampsia. Aliran darah ke uteroplasenta tidak dipengaruhi oleh pemberian labetalol IV. Dosis: Dosis awal 20 mg, dosis kedua ditingkatkan hingga 40 mg, dosis berikutnya hingga 80 mg sampai dosis kumulatif maksimal 300 mg; Dapat diberikan secara konstan melalui infus; Aksi obat dimulai setelah 5 menit, efek puncak pada 10-20 menit, durasi kerja obat 45 menit sampai 6 jam. Kontraindikasi: Hipersensitif pada labetalol, shock kardiogenik, edema paru, bradikardi, blok atrioventrikular, gagal jantung kongestif yang tidak terkompensasi; penyakit saluran nafas reaktif, bradikardi berat. Interaksi: Menurunkan efek diuretik dan meningkatkan toksisitas dari metotreksat, litium, dan salisilat. Menghilangkan refleks takikardi yang disebabkan oleh penggunaan nitrogliserin tanpa efek hipotensi. Simetidin dapat meningkatkan kadar labetalol dalam gula darah. Glutetimid dapat menurunkan efek labetalol dengan cara menginduksi enzim mikrosomal. Kategori keamanan pada kehamilan : C-keamanan penggunaanya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Hati-hati bila digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Hentikan penggunaan bila terdapat tanda disfungsi hati. Pada pasien yang berumur dapat terjadi keracunan ataupun respons yang rendah.

3. Nifedipin:
Merupakan Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi kuat arteriolar. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral. Dosis: 10 mg per oral, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 120 mg/ hari. Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap nifedipin. Interaksi: Hati-hati pada penggunaan bersamaan dengan obat lain yang berefek menurunkan tekanan darah, termasuk beta blocker dan opiat; H2 bloker (simetidin) dapat meningkatkan toksisitas. Kategori keamanan pada kehamilan: C – Keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Dapat menyebabkan edema ekstremitas bawah, jarang namun dapat terjadi hepatitis karena alergi. Masalah utama penggunaan nifedipin adalah hipotensi. Hipotensi biasanya terjadi bila mengkonsumsi kalsium. Sebaiknya dihindari pada kehamilan dengan IUGR dan pada pasien dengan fetus yang terlacak memiliki detak jantung abnormal.

4. Klonidin
Merupakan agonis selektif reseptor 2 ( 2-agonis). Obat ini merangsang adrenoreseptor 2 di SSP dan perifer, tetapi efek antihipertensinya terutama akibat perangsangan reseptor 2 di SSP. Dosis: dimulai dengan 0.1 mg dua kali sehari; dapat ditingkatkan 0.1-0.2 mg/hari sampai 2.4 mg/hari. Penggunaan klonidin menurunkan tekanan darah sebesar 30-60 mmHg, dengan efek puncak 2-4 jam dan durasi kerja 6-8 jam. Efek samping yang sering terjadi adalah mulut kering dan sedasi, gejala ortostatik kadang terjadi. Penghentian mendadak dapat menimbulkan reaksi putus obat. Kontraindikasi: Sick-sinus syndrome, blok artrioventrikular derajat dua atau tiga. Interaksi: Diuretik, vasodilator, -bloker dapat meningkatkan efek antihipertensi. Pemberian bersamaan dengan bloker dan atau glikosida jantung dapat menurunkan denyut jantung dan disritmia. Pemberian bersamaan dengan antidepresan trisiklik dapat menurunkan kemampuan klonidin dalam menurunkan tekanan darah.
Kategori keamanan pada kehamilan: C – keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Hati-hati pada pasien dengan kelainan ritme jantung, kelainan sistem konduksi AV jantung, gagal ginjal, gangguan perfusi SSP ataupun perifer, depresi, polineuropati, konstipasi. Dapat menurunkan kemampuan mengendarai mobil ataupun mengoperasikan mesin.

Comments

Popular posts from this blog

ASKEP (Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit)

TUBERKULOSIS