Macam-macam Obat dan Fungsinya
FARMAKOLOGI
A.
Analgetik
Analgetik
atau obat-obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
- Penyebab sakit/ nyeri.
Didalam
lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan algesiogenic
kimia diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin dan
brodikinin. Brodikinin sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan
prostaglandin ada 2 yang pertama Hiperalgesia yang dapat menimbulkan nyeri dan
PG(E1, E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek algesiogenic.
- Mekanisame:
Menghambat
sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.
- Karakteristik:
1.
Hanya efektif untuk menyembuhkan
sakit
2.
Tidak narkotika
dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira
3.
Tidak
mempengaruhi pernapasan
4.
Gunanya untuk
nyeri sedang, ex: sakit gigi
Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu:
- Analgesik Opioid/analgesik narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang
memilikisifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat
ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada
fractura dan kanker.
Macam-macam
obat Analgesik Opioid:
- Metadon.
- Mekanisme
kerja: kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah.
-
Indikasi: Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien yang di
rumah sakit.
- Efek tak
diinginkan:
* Depresi pernapasan
* Konstipasi
* Gangguan SSP
* Hipotensi ortostatik
* Mual dam muntah pada dosis awal
Methadon
- Fentanil.
- Me kanisme
kerja: Lebih poten dari pada morfin. Depresi pernapasan lebih kecil
kemungkinannya.
- Indikasi:
Medikasi praoperasi yang digunakan dalan anastesi.
- Efek
tak diinginkan: Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya. Rigiditas otot,
bradikardi ringan.
Fentanil
- Kodein
- M ekanisme
kerja: sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin. Kerjanya disebabkan oleh
morfin. Juga merupakan antitusif (menekan batuk)
- Indikasi:
Penghilang rasa nyeri minor
- Efek tak
diinginkan: Serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis yang
menghilangkan nyeri sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat morfin.
Kodein
- Obat Analgetik Non-narkotik
Obat Analgesik
Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah
Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang
terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini
cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh
pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat
kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak
mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan
Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).
Efek samping obat-pbat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.
Efek samping obat-pbat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.
Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik:
- Ibupropen
Ibupropen
merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini
bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek
analgesiknya sama dengan aspirin.
Ibu hamil dan menyusui tidak di
anjurkan meminim obat ini.
Ibuprofen
- Paracetamol/acetaminophen
Merupakan
devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik
dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik,
parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan
nefropati analgesik.
Jika dosis
terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam
sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi meningkatkan
efektinitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.
Acetaminophen
- Asam Mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai
analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga
interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap
saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap
mukosa lambung.
Asam Mefenamat
- Antipiretik
Obat
antipiretik adalah obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan temperatur
tubuh saat panas tidak berefektif pada orang normal. Dapat menurunkan panas
karena dapat menghambat prostatglandin pada CNS.
Macam-macam obat Antipiretik:
1.
Benorylate
Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester
aspirin. Obat ini digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk
pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding dengan
parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena obat ini derivat
dari aspirin maka obat ini tidak boleh digunakan untuk anak yang mengidap
Sindrom Reye.
2.
Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika.
Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan
injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang
disebabkan kanker.
Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan
menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa
sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang
siap menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk
menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di
dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan
ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan
aturan.
Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan
secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan
penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan
dihentikan.
3.
Piralozon
Di pasaran
piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan novalgin. Obat ini amat
manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun piralozon
diketahui menimbulkan efek berbahaya yakni agranulositosis (berkurangnya sel
darah putih), karena itu penggunaan analgesik yang mengandung piralozon perlu
disertai resep dokter.
NSAID (Anti-Inflamasi)
- Efek dari NSAID (Anti-Inflamasi)
Inflamasi adalah rekasi tubuh untuk
mempertahankan atau menghindari faktor lesi. COX2 dapat mempengaruhi
terbentuknya PGs dan BK. Peran PGs didalam peradangan yaitu vasodilatasi dan
jaringan edema, serta berkoordinasi dengan bradikinin menyebabkan keradangan.
- Mekanisme Anti-Inflamasi
Menghambat prostaglandin dengan
menghambat COX.
- Karakteristik Anti-Inflamasi
NSAID hanya mengurangi gejala klinis
yang utama (erythema, edema, demam, kelainan fungsi tubuh dan sakit). Radang
tidak memiliki efek pada autoimunological proses pada reumatik dan reumatoid
radang sendi. Memiliki antithrombik untuk menghambat trombus atau darah yang
membeku.
- Contoh obat NSAID (Anti Inflamasi)
1.
Gol.
Indomethacine
-
Proses didalam
tubuh
Absorpsi di
dalam tubuh cepat dan lengkap, metabolisme sebagian berada di hati, yang
dieksresikan di dalam urine dan feses, waktu paruhnya 2-3 jam, memiliki anti
inflamasi dan efek antipiretic yang merupakan obat penghilang sakit yang
disebabkan oleh keradangan, dapat menyembuhkan rematik akut, gangguan pada
tulang belakang dan asteoatristis.
-
Efek samping
a.
Reaksi
gastrointrestianal: anorexia (kehilangan nafsu makan), vomting (mual), sakit
abdominal, diare.
b.
Alergi: reaksi
yang umumnya adalah alergi pada kulit dan dapat menyebabkan asma.
2.
Gol. Sulindac
Potensinya
lebih lemah dari Indomethacine tetapi lebih kuat dari aspirin, dapat
mengiritasi lambung, indikasinya sama dengan Indomethacine.
3.
Gol. Arylacetic
Acid
Selain pada
reaksi aspirin yang kurang baik juga dapat menyebabkan leucopenia
thrombocytopenia, sebagian besar digunakan dalam terapi rematik dan reumatoid
radang sendi, ostheoarthitis.
4.
Gol.
Arylpropionic Acid
Digunakan untuk
penyembuhan radang sendi reumatik dan ostheoarthitis, golongan ini adalah
penghambat non selektif cox, sedikit menyebabkan gastrointestial, metabolismenya
dihati dan di keluarkan di ginjal.
5.
Gol. Piroxicam
Efek mengobati
lebih baik dari aspirin indomethacine dan naproxen, keuntungan utamanya yaitu
waktu paruh lebih lama 36-45 jam.
6.
Gol. Nimesulide
Jenis baru dari
NSAID, penghambat COX-2 yang selektif, memiliki efek anti inflamasi yang kuat
dan sedikit efek samping.
ANALGESIK OPIOID DAN NON OPIOID
Analgesik: senyawa yang pada dosis terapetik meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anastesi umum. analgesik berasal dari kata Yunani an- (“tanpa”) dan -algia (“nyeri”).
Patogenesis
Nyeri adalah suatu
gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang
adanya gangguan-gangguan pada tubuh; seperti peradangan, infeksi-infeksi kuman,
dan kejang otot. Sehingga sesungguhnya rasa nyeri berguna sebgai “alarm” bahwa
ada yang salah pada tubuh. Misalnya, saat seseorang tidak sengaja menginjak
pecahan kaca, dan kakinya tertusuk, maka ia akan merasakan rasa nyeri pada
kakinya dan segera ia memindahkan kakinya. Tetapi adakalanya nyeri yang
merupakan pertanda ini dirasakan sangat menggangu apalagi bila berlangsung
dalam waktu yang lama, misalnya pada penderita kanker.
Penyebab timbulnya rasa nyeri :
Adanya rangsangan-rangsangan
mekanis/kimiawi (kalor/listrik) yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada
jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain : histamin,
serotonin, plasmakinin-plasmakinin, prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium.
Zat-zat ini merangsang reseptor- reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di
kulit, selaput lendir,dan jaringan, lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke
susunan syaraf pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke
pusat nyeri di otak besar (rangsangan sebagai nyeri).
Penggolongan Nyeri
Umumnya nyeri digolongkan menjadi 2
jenis:
1. Nyeri akut : nyeri yang tidak
berlangsung lama. Berdasarkan sumber nyeri, umumnya nyeri ini dibagi menjadi
tiga, yaitu:
• Nyeri permukaan: sumbernya adalah luka
luar, iritasi bahan kimia, dan rangsangan termal, yang hanya permukaan kulit
saja.
• Nyeri somatis dalam: biasanya
bersumber dari luka/iritasi dari dalam tubuh, seperti karena injeksi atau dari
ischemia.
• Nyeri viseral: nyeri ini berasal dari
organ-organ besar dalam tubuh, seperti hati, paru-paru, usus, dll.
Acute pain of visceral origin is most
often associated with inflammation.
2. Nyeri kronis: nyeri ini berlangsung
sangat lama, bisa menahun, yang kadang sumbernya tidak diketahui. Nyeri kronis
sering diasosiasikan dengan penyakit kanker dan arthritis. Salah satu tipe
nyeri akut adalah neuropathic pain yang disebabkan oleh suatu kelainan di
sepanjang suatu jalur saraf. Suatu kelainan akan mengganggu sinyal saraf, yang
kemudian akan diartikan secara salah oleh otak. Nyeri neuropatik bisa
menyebabkan suatu sakit dalam atau rasa terbakar dan rasa lainnya (misalnya
hipersensitivitas terhadap sentuhan). Beberapa sumber yang dapat menyebabkan
nyeri neuropati ini adalah herpes zoster, dan phantom limb pain, dimana
seseorang yang lengan atau tungkainya telah diamputasi merasakan nyeri pada
lengan atau tungkai yang sudah tidak ada.
Chronic pain is often associated with
diseases such as cancer and arthritis.
Pemberantasan rasa nyeri
Ø Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor nyeri
perifer, oleh analgetika perifer atau anestetika lokal.
Ø Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam syaraf-syaraf
sensoris oleh anestetika lokal.
Ø Blokade pusat nyeri pada SSP dengan analgetika sentral
(narkotika) atau anestetika umum.
PENGGOLONGAN ANALGETIK
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik
dibagi menjadi 2 golongan :
1. Analgesik nonopioid, dan
2. Analgesik opioid.
Kedua jenis analgetik ini berbeda dalam
hal mekanisme dan target aksinya.
1. Analgesik Nonopioid/Perifer
(NON-OPIOID ANALGESICS)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki
target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam
sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum
dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan
jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian
mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID
dan COX-2 inhibitors.
Efek samping yang paling umum dari
golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati
dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh
penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.
Obat- obat Nonopioid Analgesics ( Generic
name )
Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib,
Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin,
Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate, Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen,
Oxaprozin, Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac,
Tolmetin.
Deskripsi Obat Analgesik Non-opioid
a. Salicylates
Contoh obatnya: Aspirin, mempunyai
kemampuan menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim
siklooksigenase secara ireversibel, pada dosis yang tepat,obat ini akan menurunkan
pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, pada dosis yang biasa efek
sampingnya adalah gangguan lambung (intoleransi). Efek ini dapat diperkecil
dengan penyangga yang cocok (minum aspirin bersama makanan yang diikuti oleh
segelas air atau antasid).
b. Aminophenol Derivatives
Contoh obatnya : Acetaminophen (Tylenol)
adalah metabolit dari fenasetin. Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah
pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna.
Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala,
mialgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain. Efek samping kadang-kadang
timbul peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat menimbulkan
pusing,mudah terangsang, dan disorientasi.
c. Indoles and Related Compounds
Contoh obatnya : Indomethacin (Indocin),
obat ini lebih efektif daripada aspirin, merupakan obat penghambat
prostaglandin terkuat. Efek samping menimbulkan efek terhadap saluran cerna
seperti nyeri abdomen, diare, pendarahan saluran cerna, dan pancreatitis, serta
menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan hati.
d. Fenamates
Contoh obatnya : Meclofenamate
(Meclomen), merupakan turunan asam fenamat, mempunyai waktu paruh pendek, efek
samping yang serupa dengan obat-obat AINS baru yang lain dan tak ada keuntungan
lain yang melebihinya. Obat ini meningkatkan efek antikoagulan oral.
Dikontraindikasikan pada kehamilan.
e. Arylpropionic Acid Derivatives
Contoh obatnya : Ibuprofen (Advil),
tersedia bebas dalam dosis rendah dengan berbagai nama dagang. Obat ini
dikontraindikasikan pada mereka yang menderita polip hidung, angioedema, dan
reaktivitas bronkospastik terhadap aspirin. Efek samping: gejala saluran cerna.
f. Pyrazolone Derivatives
Contoh obatnya : Phenylbutazone
(Butazolidin) untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot
rangka. Obat ini mempunya efek anti-inflamasi yang kuat. Tetapi memiliki efek
samping yang serius seperti agranulositosis, anemia aplastik, anemia hemolitik,
dan nekrosis tubulus ginjal.
g. Oxicam Derivatives
Contoh obatnya : Piroxicam (Feldene),
obat AINS dengan struktur baru. Waktu paruhnya panjang untuk pengobatan
artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya meliputi
tinitus, nyeri kepala, dan rash.
h. Acetic Acid Derivatives
Contoh obatnya : Diclofenac (Voltaren),
obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi,
analgetik, dan antipiretik. Waktu parunya pendek. Dianjurkan untuk pengobatan
artristis rematoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya distres
saluran cerna, perdarahan saluran cerna, dan tukak lambung.
i. Miscellaneous Agents
Contoh obatnya : Oxaprozin (Daypro),
obat ini mempunyai waktu paruh yang panjang. Obat ini memiliki beberapa
keuntungan dan resiko yang berkaitan dengan obat AINS lain.
2. Analgetik opioid
Analgetik opoid merupakan golongan obat
yang memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik opiad yaitu
menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu,
diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal:
1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan
morfin
2. Tanpa bahaya adiksi
- Obat yang berasal dari opium-morfin
- Senyawa semisintetik morfin
- Senyawa sintetik yang berefek seperti
morfin
Analgetik opioid mempunyai daya
penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan
syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan
nyaman (euforia).. Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat
dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Tubuh sebenarnya memiliki sistem
penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum
tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri. Dengan sistem ini dapat
dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan
lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian.
Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid
endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara
lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.
Opioid endogen ini berhubungan dengan
beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia,
termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan
ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi
sinyal dari permukaan tubuk ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator
dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.
Baik opioid endogen dan analgesik opioid
bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan analgesik nonopioid yang target
aksinya pada enzim. Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan
diteliti, yaitu reseptor opioid μ, κ, σ, δ, ε. (dan yang terbaru ditemukan adalah
N/OFQ receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or
“orphan” opioid receptor dan e-receptor, namun belum jelas fungsinya).
Reseptor μ memediasi efek analgesik dan
euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor μ
2 memediasi efek depresan pernafasan.
Reseptor δ yang sekurangnya memiliki 2
subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan
toleransi terhadap μ opioid. reseptor κ telah diketahui dan berperan dalam efek
analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam
otak dan sumsum tulang belakang. Reseptor δ dan reseptor κ menunjukan
selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor μ selektif untuk
opioid analgesic.
Mekanisme umumnya :
Terikatnya opioid pada reseptor
menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu
mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam
sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan
terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya
substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.
Efek-efek yang ditimbulkan dari
perangsangan reseptor opioid diantaranya:
• Analgesik
• medullary effect
• Miosis
• immune function and Histamine
• Antitussive effect
• Hypothalamic effect
• GI effect
Efek samping yang dapat terjadi:
• Toleransi dan ketergantungan
• Depresi pernafasan
• Hipotensi
• dll
Atas dasar kerjanya pada reseptor
opioid, analgetik opioid dibagi menjadi:
1. Agonis opioid menyerupai morfin (pada
reseptor μ, κ). Contoh: Morfin, fentanil
2. Antagonis opioid. Contoh: Nalokson
3. Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg
ambang nyerinya tinggi
4. Opioid dengan kerja campur. Contoh:
Nalorfin, pentazosin, buprenorfin, malbufin, butorfanol
Obat-obat Opioid Analgesics ( Generic
name )
Alfentanil, Benzonatate, Buprenorphine,
Butorphanol, Codeine, Dextromethorphan Dezocine, Difenoxin, Dihydrocodeine,
Diphenoxylate, Fentanyl, Heroin Hydrocodone, Hydromorphone, LAAM,
Levopropoxyphene, Levorphanol Loperamide, Meperidine, Methadone, Morphine,
Nalbuphine, Nalmefene, Naloxone, Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone,
Pentazocine, Propoxyphene , Sufentanil.
Deskripsi Obat Analgesik opioid
1. Agonis Kuat
a. Fenantren
Morfin, Hidromorfin, dan oksimorfon
merupakan agonis kuat yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri hebat. Heroin
adalah agonis yang kuat dan bekerja cepat.
b. Fenilheptilamin
Metadon mempunyai profil sama dengan
morfin tetapi masa kerjanya sedikit lebih panjang. Dalam keadaan nyeri akut,
potensi analgesik dan efikasinya paling tidak sebanding dengan morfin.
Levometadil asetat merupakan turunan Metadon yang mempunyai waktu paruh lebih
panjang daripada metadon
c. Fenilpiperidin
Meperidin dan Fentanil adalah yang
paling luas digunakan diantara opioid sintetik yang ada ,mempunyai efek
antimuskarinik. Subgrup fentanil yang sekarang terdiri dari sufentanil dan
alventanil.
d. Morfinan
Levorfanol adalah preparat analgesik
opioid sintetik yang kerjanya mirip dengan morfin namun manfaatnya tidak
menguntungkan dari morfin.
2. Agonis Ringan sampai
sedang
a. Fenantren
Kodein, Oksikodoa, dihidrokodein, dan
hidrokodon, semuanya mempunyai efikasi yang kurang dibanding morfin, atau efek
sampingnya membatasi dosis maksimum yang dapat diberikan untuk memperoleh efek
analgesik yang sebanding dengan morfin, penggunaan dengan kombinasi dalam
formulasi-formulasi yang mengandung aspirin atau asetaminofen dan obat-obat
lain.
b. Fenilheptilamin
Propoksifen aktivitas analgesiknya
rendah, misalnya 120 mg propoksifen= 60 mg kodein
c. Fenilpiperidin
Difenoksilat dan metabolitnya,
difenoksin digunakan sebagai obat diare dan tidak untuk analgesik, digunakan
sebagai kombinasi dengan atropin.
Loperamid adalah turunan fenilpiperidin
yang digunakan untuk mengontrol diare.Potensi disalahgunakan rendah karena
kemampuannya rendah untuk masuk ke dalam otak.
3. Mixed Opioid Agonist–Antagonists or
Partial Agonists
a. Fenantren
Nalbufin adalah agonis kuat reseptor
kapa dan antagonis reseptor mu. Pada dosis tinggi terjadi depresi pernafasan.
Buprenorfin adalah turunan fenantren
yang kuat dan bekerja lama dan merupakan suatu agonis parsial reseptor mu.
Penggunaan klinik lebih banyak menyerupai nalbufin, mendetoksifikasi dan
mempertahankan penderita penyalahgunaan heroin.
b. Morfinan
Butorfanol efek analgesik ekivalen
dengan nalbufin dan buprenorfin, tetapi menghasilkan efek sedasi pada dosis
ekivalen, merupakan suatu agonis reseptor kapa.
c. Benzomorfan
Pentazosin adalah agonis reseptor kapa
dengan sifat-sifat antagonis reseptor mu yang lemah. Obat ini merupakan
preparat campuran agonis-antagonis yang tertua.
Dezosin adalah senyawa yang struktur
kimianya berhubungan dengan pentazosin, mempunyai aktivitas yang kuat terhadap
reseptor mu dan kurang bereaksi dengan reseptor kappa, mempunyai efikasi yang
ekivalen dengan morfin.
4. Antagonis Opioid
Nalokson dan Naltrekson merupakan
turunan morfin dengan gugusan pengganti pada posisi N, mempunyai afinitas
tinggi untuk berikatan dengan reseptor mu, dan afinitasnya kurang berikatan
dengan reseptor lain. Penggunan utama nalokson adalah untuk pengobatan
keracunan akut opioid, masa kerja nalokson relatif singkat, sedangkan
naltrekson masa kerjanya panjang, untuk program pengobatan penderita pecandu. Individu
yang mengalami depresi akut akibat kelebihan dosis suatu opioid, antagonis akan
efektif menormalkan pernapasan, tingkat kesadaran, ukuran pupil aktivitas usus,
dan lain-lain.
5. Drugs Used Predominantly as
Antitussives
Analgesic opioid adalah obat yang paling
efektif dari semua analgesic yang ada untuk menekan batuk. Efek ini dicapai
pada dosis dibawah dari dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek
analgesik. Contoh obatnya adalah Dekstrometrofan, Kodein, Levopropoksifen.
OBAT PERANGSANG SISTEM SARAF PUSAT
Obat Perangsang Sistem Saraf Pusat
antara lain :
1. AMFETAMIN
Indikasi : untuk narkolepsi, gangguan penurunan perhatian
Efek samping : Euforia dan kesiagaan, tidak dapat tidur, gelisah, tremor, iritabilitas dan beberapa masalah kardiovaskuler (Tachicardia, palpitasi, aritmia, dll)
Farmakokinetik : waktu paruh 4-30 jam, diekskresikan lebih cepat pada urin asam daripada urin basa
Reaksi yang merugikan : menimbulkan efek- efek yang buruk pada sistem saraf pusat, kardiovaskuler, gastroinstestinal, dan endokrin.
dosis : Dewasa : 5-20 mg
Anak > 6 th : 2,5-5 mg/hari
2. METILFENIDAT
Indikasi : pengobatan depresi mental, pengobatan keracunan depresan SSP, syndrom hiperkinetik pada anak
Efek samping : insomnia, mual, iritabilitas, nyeri abdomen, nyeri kepala, Tachicardia
Kontraindikasi : hipertiroidisme, penyakit ginjal.
Farmakokinetik : diabsorbsikan melalui saluran cerna dan diekskresikan melalui urin, dan waktu paruh plasma antara 1-2 jam
Farmakodinamik : mula- mula :0,5 – 1 jam P : 1 – 3 jam, L : 4-8 jam.
Reaksi yang merugikan : takikardia, palpitasi, meningkatkan hiperaktivitas.
dosis pemberian :
Anak : 0.25 mg/kgBB/hr
Dewasa : 10 mg 3x/hr
3. KAFEIN
Indikasi : menghilangkan rasa kantuk, menimbulkan daya pikir yang cepat, perangsang pusat pernafasan dan fasomotor, untuk merangsang pernafasan pada apnea bayi prematur
Efek samping : sukar tidur, gelisah, tremor, tachicardia, pernafasan lebih cepat
Kontraindikasi : diabetes, kegemukan, hiperlipidemia, gangguan migren, sering gelisah (anxious ).
Farmakokinetik : kafein didistribusikan keseluruh tubuh dan diabsorbsikan dengan cepat setelah pemberian, waktu paruh 3-7 jam, diekskresikan melalui urin
Reaksi yang merugikan : dalam jumlah yang lebih dari 500 mg akan mempengaruhi SSP dan jantung.
Dosis pemberian : apnea pada bayi : 2.5-5 mg/kgBB/hr, keracunan obat depresan : 0.5-1 gr kafein Na-Benzoat (Intramuskuler)
1. AMFETAMIN
Indikasi : untuk narkolepsi, gangguan penurunan perhatian
Efek samping : Euforia dan kesiagaan, tidak dapat tidur, gelisah, tremor, iritabilitas dan beberapa masalah kardiovaskuler (Tachicardia, palpitasi, aritmia, dll)
Farmakokinetik : waktu paruh 4-30 jam, diekskresikan lebih cepat pada urin asam daripada urin basa
Reaksi yang merugikan : menimbulkan efek- efek yang buruk pada sistem saraf pusat, kardiovaskuler, gastroinstestinal, dan endokrin.
dosis : Dewasa : 5-20 mg
Anak > 6 th : 2,5-5 mg/hari
2. METILFENIDAT
Indikasi : pengobatan depresi mental, pengobatan keracunan depresan SSP, syndrom hiperkinetik pada anak
Efek samping : insomnia, mual, iritabilitas, nyeri abdomen, nyeri kepala, Tachicardia
Kontraindikasi : hipertiroidisme, penyakit ginjal.
Farmakokinetik : diabsorbsikan melalui saluran cerna dan diekskresikan melalui urin, dan waktu paruh plasma antara 1-2 jam
Farmakodinamik : mula- mula :0,5 – 1 jam P : 1 – 3 jam, L : 4-8 jam.
Reaksi yang merugikan : takikardia, palpitasi, meningkatkan hiperaktivitas.
dosis pemberian :
Anak : 0.25 mg/kgBB/hr
Dewasa : 10 mg 3x/hr
3. KAFEIN
Indikasi : menghilangkan rasa kantuk, menimbulkan daya pikir yang cepat, perangsang pusat pernafasan dan fasomotor, untuk merangsang pernafasan pada apnea bayi prematur
Efek samping : sukar tidur, gelisah, tremor, tachicardia, pernafasan lebih cepat
Kontraindikasi : diabetes, kegemukan, hiperlipidemia, gangguan migren, sering gelisah (anxious ).
Farmakokinetik : kafein didistribusikan keseluruh tubuh dan diabsorbsikan dengan cepat setelah pemberian, waktu paruh 3-7 jam, diekskresikan melalui urin
Reaksi yang merugikan : dalam jumlah yang lebih dari 500 mg akan mempengaruhi SSP dan jantung.
Dosis pemberian : apnea pada bayi : 2.5-5 mg/kgBB/hr, keracunan obat depresan : 0.5-1 gr kafein Na-Benzoat (Intramuskuler)
4. NIKETAMID
Indikasi : merangsang pusat pernafasan
Indikasi : merangsang pusat pernafasan
Efek samping : pada dosis
berlebihan menimbulkan kejang
Farmakokinetik : diabsorbsi dari segala tempat pemberian tapi lebih efektif dari IV
Dosis : 1-3 ml untuk perangsang pernafasan
Farmakokinetik : diabsorbsi dari segala tempat pemberian tapi lebih efektif dari IV
Dosis : 1-3 ml untuk perangsang pernafasan
5. DOKSAPRAM
Indikasi : perangsang pernafasan
Indikasi : perangsang pernafasan
Efek samping : hipertensi,
tachicardia, aritmia, otot kaku, muntah
Farmakokinetik : mempunyai masa kerja singkat dalam SSP
Dosis : 0.5-1.5 mg/kgBB secara IV
Farmakokinetik : mempunyai masa kerja singkat dalam SSP
Dosis : 0.5-1.5 mg/kgBB secara IV
JENIS OBAT –OBAT
SISTEM SARAF PUSAT DAN MEKANISME KERJANYA
1. Obat Anestetik
:
Obat anestetik adalah obat yang
digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacan-macam tindakan operasi.
a). Anestetik Lokal : Obat yang merintangi secara
reversible penerusan impuls-impuls syaraf ke SSP (susunan syaraf pusat) pada
kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal,
panas atau dingin.
Penggunaan
Anestetik lokal umumnya digunakan
secara parenteral misalnya pembedahan kecil dimana pemakaian anestetik umum
tidak dibutuhkan. Anestetik local dibagi menjadi 3 jenis :
1. anestetik permukaan, digunakan
secara local untu melawan rasa nyeri dan gatal, misalnya larutan atau tablet
hisap untuk menghilangkan rasa nyeri di mulut atau leher, tetes mata untuk
mengukur tekana okuler mata atau mengeluarkan benda asing di mata, salep untuk
menghilangkan rasa nyeri akibat luka bakar dan suppositoria untuk penderita
ambient/ wasir.
2. Anestetik filtrasi yaitu suntikan
yang diberikan ditempat yang dibius ujung-ujung sarafnya, misalnya pada daerah
kulit dan gusi
3. Anestetik blok atau penyaluran saraf
yaitu dengan penyuntikan disuatu tempat dimana banyak saraf terkumpul sehingga
mencapai daerah anestesi yang luas misalnya pada pergelangan tangan atau kaki.
Obat – obat anestetik local umumnya
yang dipakai adalah garam kloridanya yang mudah larut dalam air.
Persyaratan anestetik local
Anestetik local dikatakan ideal
apabila memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut :
a. tidak merangsang jaringan
b. tidak mengakibatkan kerusakan
permanen terhadap susunan saraf sentral
c. toksisitas sistemis rendah
d. efektif pada penyuntikan dan
penggunaan local
e. mula kerja dan daya kerjanya singkat
untuk jangka waktu cukup lama
f. larut dalam air dengan menghasilakan
larutan yang stabil dan tahan pemanasan
Efek samping
Eek samping dari pengguna anestetik
local terjadi akibat khasiat dari kardiodepresifnya ( menekan fungsi jantung ),
mengakibatkan hipersensitasi berupa dermatitis alergi.
Penggolongan
Secara kimiawi anestetik local
dibagi 3 kelompok yaitu :
1. Senyawa ester, contohnya prokain,
benzokain, buvakain, tetrakain, dan oksibuprokain
2.
Senyawa amida, contohnya lidokain,
mepivikain, bupivikain,, cinchokain dll.
Semua kokain, semua obat tersebut
diatas dibuat sintesis.
Sediaan, indikasi, kontra indikasi
dan efek samping
1. Bupivikain
Indikasi
: anestetik lokal
2. Etil klorida
Indikasi
: anestetik local
Efek samping : menekan pernafasan,
gelisah dan mual
3. Lidokain
Indikasi
: anestesi filtrasi dan
anestesi permukaan, antiaritmia
Efek samping : mengantuk
4. Benzokain
Indikasi
: anestesi permukaan dan menghilangkan rasa nyeri dan gatal
5. Prokain ( novokain )
Indikasi
: anestesi filtrasi dan
permukaan
Efek samping : hipersensitasi
6. Tetrakain
Indikasi
: anestesi filtrasi
7. Benzilalkohol
Indikasi
: menghilangkan rasa gatal,
sengatan matahari dan gigi
Kontra indikasi : insufiensi
sirkulasi jantung dan hipertensi
Efek samping: menekan pernafasan
b). Anestetika Umum : Obat yang dapat
menimbulkan suatu keadaan depresi pada pusat-pusat syaraf tertentu yang
bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Beberapa syarat penting yang harus dipenuhi oleh suatu
anestetik umum :
1.berbau enak dan tidak merangsang selaput lender
2. mula kerja cepat tanpa efek samping
3. sadar kembalinya tanpa kejang
4. berkhasiat analgetik baik dengan melemaskan otot-otot
seluruhnya
5. Tidak menambah pendarahan kapiler selama waktu pembedahan
Efek samping
Hampir semua anestetik inhalasi mengakibatkan sejumlah efek
samping yang terpenting diantaranya adalah :
· Menekan pernafasa, paling kecil pada
N2O, eter dan trikloretiken
· Mengurangi kontraksi jantung,
terutama haloten dan metoksifluran yang paling ringan pada eter
· Merusak hati, oleh karena sudah tidak
digunakan lagi seperti senyawa klor
· Merusak ginjal, khususnya
metoksifluran
Penggolongan
¨ Menurut penggunaannya anestetik umum
digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Anestetik injeksi, contohnya
diazepam, barbital ultra short acting ( thiopental dan heksobarbital )
2. Anestetik inhalasi diberikan sebagai
uap melalui saluran pernafasan. Contohnya eter, dll.
Sediaan, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
1. Dinitrogen monoksida
Indikasi : anestesi inhalasi
2. Enfluran
Indikasi
: anestesi inhalasi ( untuk pasien yang tidak tahan
eter)
Efek
samping : menekan pernafasan, gelisah, dan mual
3. Halotan
3. Halotan
Indikasi
:anestesi inhalasi
Efek samping : menekan pernafasan, aritmia, dan hipotensi
3. Droperidol
Indikasi
: anestesi inhalasi
4. Eter
Indikasi
: anestesi inhalasi
Efek
samping : merangsang mukosa saluran pernafasan
5. Ketamin hidroklorida
Indikasi
: anestesi inhalasi
Efek
samping : menekan pernafasan (dosis tinggi ), halusinasi dan tekanan darah
naik.
6. Tiopental
Indikasi
: anestesi
injeksi pada pembedahan kecil seperti di mulut
Kontra indikasi : insufiensi sirkulasi jantung dan
hipertensi
Efek samping : menekan pernafasan
2. Obat Hipnotik dan Sedatif
Hipnotik atau obat tidur berasal
dari kata hynops yang berarti tidur, adalah obat yang diberikan malam hari
dalam dosis terapi dapat mempertinggi keinginan tubuh normal untuk tidur,
mempermudah atu menyebabkan tidur. Sedangkan sedative adalah obat obat yang
menimbulkan depresi ringan pada SSP tanpa menyebabkan tidur, dengan efek
menenangkan dan mencegah kejang-kejang. Yang termasuk golongan obat
sedative-hipnotik adalah: Ethanol (alcohol),Barbiturate,fenobarbital,Benzodiazepam,
methaqualon.
Insomnia dan pengobatannya
Insomnia atau tidak bisa tidur
dapat disebabkan oleh factor-faktor seperti : batuk,rasa nyeri, sesak nafas,
gangguan emosi, ketegangan, kecemasan, ataupun depresi. Factor penyebab ini
harus dihilangkan dengan obat-obatan yang sesuai seperti:Antussiva, anelgetik,
obat-obat vasilidator, anti depresiva, sedative atau tranquilizer.
Persyaratan obat tidur yang ideal
1. Menimbulkan suatu keadaan yang sama
dengan tidur normal
2. Jika terjadi kelebihan dosis,
pengaruh terhadap fungsi lain dari system saraf pusat maupun organ lainnya yang
kecil.
3. Tidak tertimbun dalam tubuh
4. Tidak menyebabkan kerja ikutan yang
negative pada keesokan harinya
5. Tidak kehilangan khasiatnya pada
penggunaan jangka panjang
Efek samping
Kebanyakan obat tidur memberikan
efek samping umum yng mirip dengan morfin antara lain :
a. Depresi pernafasan, terutama pada
dosis tinggi, contihnya flurazepam, kloralhidrat, dan paraldehida.
b. Tekanan darah menurun, contohnya
golongan barbiturate.
c. Hang-over, yaitu efek sisa pada
keesokan harinya seperti mual, perasaan ringan di kepala dan pikiran kacau,
contohnya golongan benzodiazepine dan barbiturat.
d. Berakumulasi di jaringan lemak
karena umumnya hipnotik bersifat lipofil.
Penggolongan
Secara kimiawi, obat-obat hipnotik
digolongkan sebagai berikut :
1. Golongan barbiturate, seperti
fenobarbital, butobarbital, siklobarbital, heksobarbital,dll.
2. Golongan benzodiazepine, seperti flurazepam,
nitrazepam, flunitrazepam dan triazolam.
3. Golongan alcohol dan aldehida,
seperti klralhidrat dan turunannya serta paraldehida.
4. Golongan bromide, seperti garam
bromide ( kalium, natrium, dan ammonium ) dan turunan ure seperti karbromal dan
bromisoval.
5. Golongan lain, seperti senyawa
piperindindion (glutetimida ) dan metaqualon.
Obat generik, indikasi, kontra
indikasi, dan efek samping
1. Diazepam
Indikasi
: hipnotika dan sedative, anti konvulsi,
relaksasi, relaksasi otot dan anti ansietas (obat epilepsi).
2. Nitrazepam
Indikasi
: seperti indikasi diazepam
Efek samping : pada pengguanaan lama
terjadi kumulasi dengan efek sisa (hang over ), gangguan koordinasi dan
melantur.
3. Flunitrazepam
Indikasi
: hipnotik, sedatif, anestetik premedikasi
operasi.
Efek samping : amnesia (hilang
ingatan )
4. Kloral hidrat
Indikasi
: hipnotika dan sedatif
Efek samping: merusak mukosa lambung
usus dan ketagihan
5. Luminal
Indikasi
: sedative, epilepsy, tetanus, dan
keracunan strikhnin.
3. Obat Psikofarmaka / psikotropik
Obat psikotropik adalah obat
yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek
utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, dan digunakan untuk terapi
gangguan psikiatrik.
Psikofarmaka dibagi dalam 3 kelompok
:
1. Obat yang menekankan fungsi psikis
terhadap susunan saraf pusat
a. Neuroleptika yaitu obat yang
berkerja sebagai anti psikotis dan sedative yang dikenal dengan Mayor
Tranquilizer.
Neuroleptika mempunyai beberapaa
khasiat :
1. Anti psikotika, yaitu dapat
meredakan emosi dan agresi, mengurangi atau menghilangkan halusinasi,
mengembalikan kelakuan abnormal dan schizophrenia.
2. Sedative yaitu menghilangkan rasa
bimbang, takut dan gelisah, contoh tioridazina.
3. Anti emetika, yaitu merintangi
neorotransmiter ke pusat muntah, contoh proklorperezin.
4. Analgetika yaitu menekan ambang rasa
nyeri, contoh haloperidinol.
Efek samping
1. Gejala ekstrapiramidal yaitu kejang
muka, tremor dan kaku anggota gerak karena disebabkan kekurangan kadar dopamine
dalam otak.
2. Sedative disebabkan efek anti
histamine antara lain mengantuk,lelah dan pikiran keruh.
3. Diskenesiatarda, yaitu gerakan tidak
sengaja terutama pada otot muka (bibir, dan rahang )
4. Hipotensi, disebabkan adanya
blockade reseptor alfa adrenergic dan vasolidasi.
5. Efek anti kolinergik dengan
cirri-ciri mulut kering, obstipasi dan gangguan penglihatan.
6. Efek anti serotonin menyebabkan
gemuk karena menstimulasi nafsu makan
7. Galaktore yaitu meluapnya ASI karena
menstimulasi produksi ASI secara berlebihan.
b. Ataraktika/ anksiolitika yaitu obat
yang bekerja sedative, relaksasi otot dan anti konvulsi yang digunakan pada
gangguan akibat gelisah/ cemas, takut, stress dan gangguan tidur, dikenal
dengan Minor Tranquilizer.
Penggolongan obat-obat ataraktika
dibagi menjadi 2 yaitu :
1.Derivat Benzodiazepin
2.Kelompok lain, contohnya :
benzoktamin, hidrosizin dan meprobramat.
2. Obat yang menstimulasi fungsi psikis
terhadap susunan saraf pusat, dibagi 2:
a. Anti Depresiva, dibagi menjadi thimoleptika yaitu obat
yang dapat melawan melankolia dan memperbaiki suasana jiwa serta thimeritika
yaitu menghilangkan inaktivitas fisik dan mental tanpa memperbaiki suasana
jiwa. Secara umum anti depresiva dapat memperbaiki suasana jiwa dan dapat
menghilangkan gejala-gejala murum dan putus asa. Obat ini terutama digunakan
pada keadaan depresi, panic dan fobia.
Anti depresiva dibagi dalam 2
golongan :
1. Anti depresiva generasi pertama,
seringkali disebut anti depresiva trisiklis dengan efek samping gangguan pada
system otonom dan jantung. Contohnya imipramin dan amitriptilin.
2. Anti deprisiva generasi kedua, tidak
menyebabkan efek anti kolinergik dan gangguan jantung, contohnya meprotilin dan
mianserin.
b. Psikostimulansia yaitu obat yang
dapat mempertinggi inisiatif, kewaspadaan dan prestasi fisik dan mental dimana
rasa letih dan kantuk ditangguhkan, memberikan rasa nyaman dan kadang perasaan
tidak nyaman tapi bukan depresi.
3. Obat yang mengacaukan fungsi mental
tertentu seperti zat-zat halusinasi, pikiran, dan impian/ khayal.
4. Obat Antikonvulsan
Obat mencegah & mengobati bangkitan epilepsi.
Contoh : Diazepam, Fenitoin,Fenobarbital, Karbamazepin,
Klonazepam.
5. Obat Pelemas otot / muscle relaxant
obat yg mempengaruhi tonus
otot
6. Obat Analgetik atau obat penghalang
nyeri
Obat atau zat-zat yang
mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Sedangkan bila menurunkan panas disebut Antipiretika.
Atas kerja farmakologisnya, analgetik dibagi dalam dua
kelompok besar, yaitu:
- Analgetik Perifer (non narkotik), analgetik ini tidak dipengaruhi system saraf pusat. Semua analgetik perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu menurunkan suhu. Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Penggolongan:
Berdasarkan rumus kimianya analgetik
perifer digolongkan menjadi :
1. Golongan salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih
dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Obat ini diindikasikan untuk sakit
kepala, neri otot, demam. Sebagai contoh aspirin dosis kecil digunakan untuk
pencegahan thrombosis koroner dan cerebral.
Asetosal adalah analgetik
antipirentik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan
dalam obat bebas. Efek sampingnya yaitu perangsangan bahkan dapat menyebabkan
iritasi lambung dan saluran cerna.
2. Golongan para aminofenol
Terdiri dari fenasetin dan
asetaminofen (parasetamol ). Efek samping golongan ini serupa denga salisilat
yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sedang, dan dapat menurunkan
suhu tubuh dalam keadaan demam, dengan mekanisme efek sentral. Efek samping
dari parasetamol dan kombinasinya pada penggunaan dosis besar atau jangka lama
dapat menyebabkan kerusakan hati.
3. Golongan pirazolon(dipiron)
Dipiron sebagai analgetik
antipirentik, karena efek inflamasinya lemah. Efek samping semua derivate
pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan
trombositopenia.
4. Golongan antranilat
Digunakan sebagai analgetik karena
sebagai anti inflamasi kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Efek samping
seperti gejala iritasi mukosa lambung dan gangguan saluran cerna sering timbul.
Penggunaan :
Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan/atau antiradang. Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri, melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman, selesma, pilek) dan peradangan seperti rematik dan encok.
Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan/atau antiradang. Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri, melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman, selesma, pilek) dan peradangan seperti rematik dan encok.
Efek samping :
Yang paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal dan juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu penggunaan anal-getika secara kontinu tidak dianjurkan.
Yang paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal dan juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu penggunaan anal-getika secara kontinu tidak dianjurkan.
2. Analgetik Narkotik, Khusus digunakan untuk menghalau
rasa nyeri hebat, seperti fraktur dan kanker.
Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema
bertingkat empat, yaitu:
- Obat perifer (non Opioid) peroral atau rectal; parasetamol, asetosal.
- Obat perifer bersama kodein atau tramadol.
- Obat sentral (Opioid) peroral atau rectal.
- Obat Opioid parenteral.
Penggolongan analgetik narkotik
adalah sebagai berikut :
a. Alkaloid
alam
: morfin,codein
b. Derivate semi
sintesis : heroin
c. Derivate
sintetik
: metadon, fentanil
d. Antagonis
morfin
: nalorfin, nalokson, dan pentazooin.
Obat generik, indikasi, kontra
indikasi, dan efek samping
1. Morfin
Indikasi
: analgetik selama
dan setelah pembedahan
Kontra indikasi: depresi pernafasan
akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut.
Efek samping : mual, muntah,
konstipasi, ketergantungan/ indiksi pada over dosis.
2. Kodein fosfat
Indikasi
: nyeri ringan sampai
sedang
Kontra indikasi: depresi pernafasan
akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping : mual,
muntah, konstipasi, ketergantungan/ indiksi over dosis
3. Fentanil
Indikasi
: nyeri kronik yang sukar
diatasi pada kanker
Konta indikasi: depresi pernafasan
akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping: mual, muntah,
konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
4. Petidin HCl
Indikasi
: nyeri sedang
sampai berat, nyeri pasca bedah
Kontra indikasi: depresi pernafasan
akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping : mual, muntah,
konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
5. Tremadol HCl
Indikasi
: nyeri sedang
sampai berat
Kontra indikasi: depresi pernafasan
akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping : mual, muntah,
konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
Nalorfin, Nalokson
Adalah antagonis morfin, bekerja
meniadakan semua khasiat morfin dan bersifat analgetik. Khusus digunakan pada
kasus overdosis atau intoksikasi obat-obat analgetik narkotik.
7. Antipiretik
8. Obat Antimigrain
Obat yang mengobati penyakit
berciri serangan-serangan berkala dari nyeri hebat pada satu sisi.
9. Obat Anti Reumatik
Obat yang digunakan untuk
mengobati atau menghilangkan rasa nyeri pada sendi/otot, disebut juga anti
encok. Efek samping berupa gangguan lambung usus, perdarahan tersembunyi (okult
), pusing, tremor dan lain-lain. Obat generiknya Indomestasin, fenilbutazon,
dan piroksikam.
11. Obat Anti Depresan
Obat yang dapat memperbaiki suasana
jiwa dapat menghilangkan atau meringankan gejala-gejala keadaan murung yang
tidak disebabkan oleh kesulitan sosial, ekonomi dan obat-obatan serta penyakit.
12. Neuroleptika
Obat yang dapat menekan
fungsi-fungsi psikis (jiwa) tertentu tanpa menekan fungsi-fungsi umum seperti
berfikir dan berkelakuan normal. Obat ini digunakan pada gangguan (infusiensi)
cerebral seperti mudah lupa, kurang konsentrasi dan vertigo. Gejalanya dapat
berupa kelemahan ingatan jangka pendek dan konsentrasi, vertigo, kuping
berdengung, jari-jari dingin, dan depresi.
Obat generik, indikasi, kontra
indikasi, dan efek samping
1. Piracetam
Obat ini diindikasikan untuk gejala
dengan proses menua seperti daya ingat berkurang, terapi pada anak seperti
kesulitan belajar.
2. Pyritinol HCl
Obat ini diindikasikan untuk pasca
trauma otak, perdarahan otak, gejala degenerasi otak sehubungan gangguan
metabolism.
3. Mecobalamin
Obat ini diindikasikan untuk terapi
neuropati perifer.
13. Obat Antiepileptika
Obat yang dapat menghentikan
penyakit ayan, yaitu suatu penyakit gangguan syaraf yang ditimbul secara
tiba-tiba dan berkala, adakalanya disertai perubahan-perubahan kesadaran.
Penyebab antiepileptika : pelepasan muatan listrik yang
cepat, mendadak dan berlebihan pada neuron-neuron tertentu dalam otak yang
diakibatkan oleh luka di otak( abses, tumor, anteriosklerosis ), keracunan
timah hitam dan pengaruh obat-obat tertentu yang dapat memprovokasi serangan
epilepsi.
Jenis – Jenis Epilepsi :
1. Grand mal (tonik-tonik umum )
Timbul serangan-serangan yang dimulai dengan kejang-kejang
otot hebat dengan pergerakan kaki tangan tak sadar yang disertai jeritan, mulut
berbusa,mata membeliak dan disusul dengan pingsan dan sadar kembali.
2. Petit mal
Serangannya hanya singkat sekali tanpa disertai kejang.
3. Psikomotor (serangan parsial
kompleks)
Kesadaran terganggu hanya sebagian tanoa hilangnya ingatan
dengan memperlihatkan perilaku otomatis seperti gerakan menelan atau berjalan
dalam lingkaran.
Penggunaan
1. untuk menghindari sel-sel otak
2. mengurangi beban social dan
psikologi pasien maupun keluarganya
3. profilaksis/pencegahan sehingga
jumlah serangan berkurang
Penggolongan
1. Golongan hidantoin, adalah obat
utama yang digunakan pada hamper semua jenis epilepsi. Contoh fenitoin.
2. Golongan barbiturat, sangat efektif
sebagi anti konvulsi, paling sering digunakan pada serangan grand mal. Contoh
fenobarbital dan piramidon.
3. Golongan karbamazepin, senyawa
trisiklis ini berkhasiat antidepresif dan anti konvulsif.
4. Golongan benzodiazepine, memiliki
khasiat relaksasi otot, hipnotika dan antikonvulsiv yang termasuk golongan ini
adalah desmetildiazepam yang aktif,klorazepam, klobazepam.
5. Golongan asam valproat, terutama
efektif untuk terapi epilepsy umum tetapi kurang efektif terhadap serangan
psikomotor. Efek anti konvulsi asam valproat didasarkan meningkatkan kadar asam
gama amino butirat acid.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi, efek samping
1. Fenitoin
Indikasi
: semua jenis
epilepsi,kecuali petit mal, status epileptikus
Kontra indikasi: gangguan hati, wanita hamil dan menyusui
Efek samping : gangguan saluran cerna, pusing nyeri
kepala tremor, insomnia.
2. Penobarbital
Indikasi
: semua jenis
epilepsi kecuali petit mal, status epileptikus
Kontra indikasi: depresi pernafasan berat, porifiria
Efek samping :mengantuk, depresi mental
3. Karbamazepin
Indikasi
: epilepsi semua
jenis kecuali petit mal neuralgia trigeminus
Kontra indikasi: gangguan hati dan ginjal, riwayat depresi
sumsum tulang
Efek samping : mual,muntah,pusing, mengantuk,
ataksia,bingung
4. Klobazam
Indikasi
: terapi tambahan
pada epilepsy penggunaan jangka pendek ansietas.
Kontra indikasi: depresi pernafasan
Efek
samping : mengantuk, pandangan kabur, bingung, amnesia ketergantungan
kadang-kadang nyeri kepala, vertigo hipotensi.
5. Diazepam
Indikasi
: status
epileptikus, konvulsi akibat keracunan
Kontra indikasi: depresi pernafasan
Efek
sampin : mengantuk, pandangan kabur, bingung, antaksia, amnesia,
ketergantungan, kadang nyeri kepala.
14. Obat Antiemetika
Obat untuk mencegah / menghentikan
muntah akibat stimulasi pusat muntah yang disebabkan oleh rangsangan lambung
usus, melalui CTZ (Cheme Receptor Trigger Zone) dan melalui kulit otak.
Penggunaan :
Antiemetika diberikan kepada pasien
dengan keluhan sebagai berikut :
1. Mabuk jalan
2. Mabuk kehamilan
3. Mual atau muntah yang disebabkan
penyakit tertentu seperti pada pengobatan dengan radiasi atau obat-obat
sitostatik.
Penggolongan
1. Anti histamin
Efek samping anti histamine ini
adalah mengantuk. Anti histamine yang dipaki adalah sinarizin, dimenhidrinat,
dan prometazin, toklat.
2. Dopamin blokersinarizin
e. Metoklopramid dan fenotiazin
Bekerja secara selektif merintangi
reseptor dopamine ke chemo reseptor trigger zone tetapi tidak efektif untuk
motion sickness. Obat yng dipaki adalah klorpromazin HCl,perfenazin,
proklorperazin dan trifluoperazin.
f. Domperidon
Bekerja berdasarkan peringatan
reseptor dopamine ke CTZ. Efek samping jarang terjadi hanya berupa
kejang-kejang usus. Obat ini dipaki pada kasus mual dan muntah yang berkaitan
dengan obat-obatan sitostatika.
3. Antagonis serotonin
Bermanfaat pada pasien mual, muntah
yang berkaitan dengan obat-obatan sitostatika.
Obat generic, indikasi, kontra
indikasi, efek samping
1. Sinarizin
Indikasi
: kelainan vestibuler
seperti vertilago, tinnitus, mual dan muntah.
Kontra indikasi : kehamilan/
menyusui, hipotensi, dan serangan asma
Efek samping : gejala
ekstra pyramidal, mengantuk, sakit kepala
2. Dimenhidrinat
Indikasi
: mual, muntah,
vertigo, mabuk perjalanan dan kelainan labirin
Kontra indikasi : serangan asma
akut, gagal jantung dan kehamilan
Efek samping : mengantuk dan
gangguan psikomotor
3. Klorpromazin HCl
Indikasi
: mual dan muntah
Kontra indikasi : gangguan hati dan
ginjal
Efek samping : mengantuk,
gejala ekstra piramidal
4. Perfenazin
Indikasi
: mual dan muntah
berat
Kontra indikasi : gangguan hati dan
ginjal
Efek samping : mengantuk,
gejala ekstra piramidal
5. Proklorperazin
Indikasi
: mual dan muntah akibat gangguan pada labirin
Kontra indikasi : gangguan hati dan
ginjal
Efek samping : mengantuk,
gejala ekstra piramidal
6. Trifluoperazin
Indikasi
:mual dan muntah
berat
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping : mengantuk,
gejala ekstra piramidal
15. Obat Parkinson (penyakit
gemetaran )
Obat yang digunakan untuk mengobati
penyakit Parkison yang ditandai dengan gejala tremor, kaku otot,gangguan gaya
berjalan, gannguan kognitif, persepsi, dan daya ingat. Penyakit ini terjadi
akibat proses degenerasi yang progresif dan sel-sel otak sehingga
menyebabkan terjadinya defisiensi neurotransmitter yaitu dopamin.
Gejala – gejala Parkison dapat
dikelompokan sebagai berikut :
Ø Gangguan
motorik positif, misalnya terjadi tremor dan rigiditas. Gangguan negative
misalnya terjadi hipokinesia.
Ø Gejala
vegetatif, seperti air liur dan air mata berlebihan, muka pucat dan kaku.
Ø Gangguan
psikis, seperti berkurangnya kemampuan mengambil keputusan, merasa tertekan.
Penyebab penyakit Parkinson :
v Idiopatik
(tidak diketahui sebabnya)
v Radang,
trauma, anterosklerosis pada otak
v Efek
samping obat psikofarmaka
Penggunaan : meskipun pengobatan parkison
tidak dapat mencegah progesi penyakit, tetapi sangat memperbaiki kualitas dan
harapan hidup kebanyakan pasien. Karena itu pemberian obat sebaiknya dimulai
dengan dosis rendah dan ditingkatkan sedikit demi sedikit.
Penggolongan
Berdasarkan cara kerjanya dibagi
menjadi :
1. Obat anti muskarinik, seperti
triheksifenidil/ benzheksol, digunakan pada pasien dengan gejala ringan dimana
tremor adalah gejala yang dopamin.
2. Obat anti dopaminergik, seperti
levodopa, bromokriptin. Untuk penyakit Parkinson idiopatik, obat pilihan utama
adalah levodopa.
3. Obat anti dopamine antikolinergik,
seperti amantadine.
4. Obat untuk tremor essensial, seperti
haloperidol, klorpromazine, primidon.
Obat generic, indikasi, kontra
indikasi dan efek samping
1. Triheksifenidil
Mempunyai daya antikolinergik yang
dapat memperbaikintremor, tetapi kurang efektif terhadap akinesia dan kekakuan.
2. Biperidin
Derivate yang terutama efektif
terhadap akinesia dan kekakuan, kurang aktif terhadap tremor. Efek samping
kurang lebih sama.
Indikasi
: Parkinson, gangguan ektrapiramidal karena obat.
Kontra indikasi : retensi urine,
glaucoma, tersumbatnya saluran cerna
Efek
samping : gangguan lambung usus, mulut kering, gangguan
penglihatan dan efek-efek sentral.
3. Levodopa
Levodopa terutama efektif terhadap
hipokinesia dan kekakuan, sedangkan terhadap tremor umumnya kurang efektif
dibandingkan dengan antikolinergik.
Indikasi
: parkinsonisme bukan karena obat
Kontra indikasi : glukoma, penyakit
psikiatri berat
Efek samping :anoreksia,
mual, muntah, insomnia
4. Bromokriptin
Bekerja sebagai antagonis dopamine,
obat ini semula digunakan pada pasien-pasien parkison hanya dimana efek-efek
dopa berkurang setelah beberapa tahun dan efeknyapun menjadi singkat, bersamaan
dengan lebih seringnya terjadi efek samping.
Indikasi
: parkinsonisme
Efek samping :gangguan
lambung usus, pada dosis tinggi halusinasi, gangguan psikomotor dll.
5. Amantadine
Obat anti influenza ini secara
kebetulan ditemukan daya anti parkisonnya.
Efek samping
: lebih ringan dari levodopa, pada dosis biasa tidak sring
terjadi antara lain mulut kering, gangguan penglihatan, hipotensi ortostatik,
kadang-kadang terjadi udema mata kaki.
Mekanisme kerja
melalui memperbanyak pelepasan dari ujung-ujung saraf.
Penyakit
Parkinson
Penyakit
Parkinson adalah degenerasi sel saraf secara bertahap pada otak bagian tengah
yang berfungsi mengatur pergerakan tubuh. Gejala yang banyak diketahui orang
dari penyakit Parkinson adalah terjadinya tremor atau gemetaran. Tapi
gejala-gejala penyakit Parkinson pada tahap awal sulit dikenali, misalnya:
- Merasa lemah atau terasa lebih kaku pada sebagian tubuh.
- Gemetaran halus pada salah satu tangan saat beristirahat.
Pada tahap awal penyakit Parkinson, pengobatan mungkin tidak perlu dilakukan, mengingat gejala yang terjadi masih ringan. Tapi pertemuan rutin dengan dokter dianjurkan untuk mengawasi kondisi kesehatan Anda.
Pelajari dan tanyakan risiko dan manfaat tiap jenis pengobatan yang dilakukan untuk penyakit Parkinson. Dengan ini, Anda bisa lebih mudah dalam menentukan dan mengikuti proses pengobatan yang ada.
Terapi untuk Penyakit Parkinson
Berikut ini adalah beberapa terapi yang disarankan untuk membantu meredakan gejala yang muncul akibat penyakit Parkinson:- Fisioterapi. Terapi ini berfungsi untuk membantu penderita mengatasi kekakuan otot dan juga rasa sakit pada persendian ketika bergerak. Jadi dengan terapi ini penderita bisa bergerak dengan leluasa dan mempertahankan kelenturan tubuh. Terapi ini akan melatih kemampuan dan stamina agar penderita bisa melakukan aktivitas tanpa bergantung kepada orang lain.
- Perubahan menu makanan. Salah satu gejala dari penyakit Parkinson adalah terjadinya konstipasi. Kondisi ini bisa dikurangi dengan lebih banyak mengonsumsi air dan makanan berserat tinggi. Jika penderita mengalami tekanan darah rendah terutama saat bangkit berdiri, asupan garam bisa ditingkatkan untuk membantu mengatasinya.
- Terapi wicara. Penderita penyakit Parkinson cenderung mengalami kesulitan atau bermasalah dalam berbicara. Jika diperlukan, ahli terapi wicara bisa membantu meningkatkan cara berbicara.
Obat-obatan Penyakit Parkinson
Gejala-gejala utama, seperti tremor dan gangguan pada pergerakan tubuh, bisa dikurangi dengan obat-obatan. Tapi tidak semua obat cocok untuk semua orang, dan reaksi terhadap obat itu juga berbeda-beda. Berikut ini adalah obat-obatan yang biasa diberikan:- Levodopa. Obat ini diserap oleh sel-sel saraf dalam otak dan diubah menjadi senyawa kimia dopamine. Dengan meningkatkan kadar dopamine, levodopa membantu mengatasi gangguan pergerakan tubuh. Jenis obat levodopa yang lain yang dipakai untuk mengatasi gangguan suasana hati adalah duodopa.
- Dopamine agonist. Obat ini berfungsi untuk menggantikan dopamine di dalam otak dengan efek yang sama seperti levodopa. Dopamine agonist umumnya digunakan pada tahap awal Parkinson karena efek samping yang ditimbulkan tidak sekuat levodopa.
- Monoamine oxidase-b inhibitors (MAO-B). Obat ini berfungsi menghambat senyawa kimia otak yang menghancurkan dopamine. Yang termasuk dalam MAO-B adalah selegiline dan rasagiline. MAO-B bisa dikonsumsi bersamaan dengan levodopa atau dopamine agonist. Obat ini membantu meredakan gejala penyakit Parkinson, meski dampaknya tidak sekuat levodopa.
- Catechol-O-methyltransferase inhibitor (COMT). Obat ini khusus diberikan kepada orang dengan penyakit Parkinson di tahap lanjutan. Obat ini menghambat enzim yang menghancurkan levodopa.
Operasi pada Penyakit Parkinson
Operasi hanya dianjurkan jika penanganan dengan obat-obatan pada penyakit Parkinson tidak bisa meredakan gejala yang muncul. Operasi ini dikenal sebagai deep brain stimulisation atau stimulasi otak dalam yang bekerja dengan merangsang bagian otak yang terganggu akibat penyakit Parkinson. Walau tidak menyembuhkan, prosedur ini mampu mengurangi gejala Parkinson bagi sebagian penderitanya.Mengatasi Gejala Lain Akibat Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson dapat menimbulkan gejala lanjutan lain seperti depresi dan serangan kecemasan. Untuk mengatasinya, Anda bisa lakukan penanganan sendiri, terapi, atau dengan obat-obatan. Baca selengkapnya tentang pengobatan depresi.Insomnia yang muncul akibat penyakit Parkinson bisa diatasi dengan cara mengatur rutinitas waktu tidur Anda. Terapi dan obat-obatan juga bisa membantu dalam mengatasi insomnia. Baca selengkapnya tentang pengobatan insomnia.
Untuk mengatasi gejala inkontinensia urin, Anda bisa berlatih cara mengencangkan otot panggul, menggunakan dengan obat-obatan dan operasi pada kasus yang parah.
Penderita Parkinson juga dapat mengalami disfagia atau kesulitan dalam menelan. Ketika ini terjadi, makanan akan perlu diproses dan dilembutkan sebelum diberi kepada penderita.
PENGGOLONGAN
OBAT SEDATIF-HIPNOTIK
Secara klinis obat-obatan sedatif – hipnotik digunakan sebagai obat-obatan yang
berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan
kronik, tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang serta insomnia. Obat-obatan
sedatiif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
1. Benzodiazepin
2. Barbiturat
3. Golongan obat
nonbarbiturat-nonbenzodiazepin
3.1.Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang
memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti
konvulsi, relaksasi otot melalui medulla spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepin
banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat
yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah,
margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi
enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai pengganti
barbiturate sebagai pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam
monitoring anestesi. Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan
penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus,
yaitu flumazenil.
Mekanisme Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine
merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter
penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post
sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat
dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde,
potensiasi alcohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1
yang merupakan 60% dari reseptor GABA di otak (korteks serebral, korteks
sereblum, thalamus). Sementara efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub
unit alpha 2 (Hipokampus dan amigdala).
Perbadaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan
potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar
darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan,
distribusi, metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut dalam
lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada
cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini.
Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan menghambat transportasi
nukleosida. Adenosine penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan
kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan
oksigenase melalui vasodilatasi arteri koroner) dan semua fungsi fisiologi proteksi
jantung.
Efek Samping
Efek Samping
Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada pengunaan lama
benzodiazepine. Sedasi akan mengganguaktivitas setidaknya selama 2 minggu.
Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut
jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hati-hati
pada pasien dengan penyakit paru kronis.
Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat anestesi inhalasi
ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi
napas opioid dan mengurangi efek analgesiknya. Selain itu, efek antagonis
benzodiazepine, flumazenil, juga meningkatkan efek analgesic opioid.
Contoh obat
a.
Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine
yang larut air dengan struktur cincin yang stabil dalam larutan dan
metabolism yang cepat. Obat ini telah menggatikan diazepam selama operasi dan
memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap reseptor
GABA 2 kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih
kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan
ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam.
Larutan midazolam dibuat asam dengan
pH < 4 agar cincin tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke
dalam tubuh, akan terjadi perubahan pH sehingga cincin akan menutup dan obat
akan menjadi larut dalam lemak. Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer
laktat atau garam asam dari obat lain.
Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran
cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya
lebih lambat disbanding propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang
diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolism porta hepatik
yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan
protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi
mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga
dengan klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara
1-4 jam lebih pendek daripada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat
meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan
obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak berikatan
dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek pada
CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.
b. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang
sangat larut dalam lemak dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang
dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organic (propilen
glikol, sodium benzoat) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan
pH 6,6-6,9. Injeksi secra IV atau IM akan menyebabkan nyeri.
Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui
saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak).
Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan cepat
mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati
plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine
berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak
yang tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada
pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis
hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.
c.
Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang
sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada adanya klorida ekstra pada posisi orto
5-pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan amnesia disbanding
midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama.
Farmakokinetik
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam
glukoronat di hati menjadi bentuk inaktif yang dieksresikan di ginjal. Waktu
paruhnya lebih lama yaitu 10-20 jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis
yang diberikan. Karena metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di
hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat
penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih
lambat disbanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih
rendah.
3.2.Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai
hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang
spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih
aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama
banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate
(2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara
ureum dengan asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai,
mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas
barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik
barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik.
Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu.
Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa
oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan
oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya fenobarbital.
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi
cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus ke dalam darah. Secra IV
barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy dan menginduksi serta
mempertahankan anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati
plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital,
setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini
akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate
yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme
hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan
kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat.
Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah sampai
jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi
oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari
penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang
dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.
Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan
pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati atau ginjal, hipoksia,
penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita
psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang
terjadi pada penderita usia lanjut.
3.3.Nonbarbiturat- nonbenzodiazepin
1)
Propofol
Propofol adalah substitusi
isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat
aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan
1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari
sedative-hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol
1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital
1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya
kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan
kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat.
Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang
minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih sering apabila obat
disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi
dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan
penggunaan lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam
mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak mengatur ligand-gate ion channel
lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative hipnotik melalui interaksinya
denghan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat di
SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat
dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat
fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturate dan etomidate)
dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter
penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi
melalui chloride channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui
metabolism oksidatif hepatic oleh cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak
hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih
cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara
metabolism asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk
4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat
dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki
1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin.
Waktu paruh propofol adalah 0,5-1,5 jam.
2)
Ketamin
Ketamin adalah derivate
phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang ditandai dengan
disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki
keuntungan dimana tidak seperti propofol dan etomidate, ketamine larut dalam
air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis subanestetik. Namun ketamin
sering hanya menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif
phenycyclidine di reseptor N-Methyl D Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki
efek pada reseptor lain termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor
monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase. Tidak
seperti propofol dan etomide, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA.
Mediasi inflamasi juga dihasilkan local melalui penekanan pada ujung saraf yang
dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi
produksi netrofil sebagai mediator radang dan peningkatan aliran darah.
Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang menimbulkan efek analgesia.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti
thiopental yang memiliki aksi kerja singkat, memiliki aksi kerja yang relatif
singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik.
Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara
intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu
berikatan kuat dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan
misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di
plasma.
3)
Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA
antagonis dengan afinitas ringan yang paling sering digunakan sebagai penghambat
respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein
sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein,
obat ini tidak menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal.
DMP memiliki efek euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala
penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia, somnolen,
agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot, kejang, koma, penurunan suhu tubuh.
Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP dan asetaminofen.
ANASTETIKA
Anestetika umum adalah obat yang
dapat menimbulkan anesthesia atau narkosa (Yun. an = tanpa, aesthesis =
perasaan), yakni suatu keadaan depresi umum yang bersifat refersibel dari
pelbagai sifat di SSP, di mana seluruh perasaan dan kesadaran di tiadakan,
sehingga agak mirip keadaan pingsan.
Anestetika di gunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan , merintangi perasaan nyeri (analgesia), memblokir reaksi reflex terhadap manipulasi pembedahan , serta menimbulkan pelemasan otot ( relaksasi).
Taraf – taraf narkosa
Anestetika umum dapat menekan SSP secara bertingkat dan berturut-turut menghentikan aktifitas bagiannya. Ada 4 taraf narkosa, yakni:
a. Analgesia: kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadinya euforia (rasa nyaman) yang disertai impian yang mirip halusinasi. Eter dan nitrogenmonoksida memberikan analgesia baik pada taraf ini, sedangkan halotan dan thiopental baru tahap berikut.
b. Eksitasi: kesadaran hilang dan timul kegelisahan. Kedua taraf ini juga disebut taraf induksi.
c. Anesthesia: pernafasan menjadi dangkal, cepat dan teratur, seperti keadaan tidur (pernafasan perut), gerakan mata dan reflex mata hilang, sedangkan otot menjadi lemas.
d. Kelumpuhan sum-sum tulang: kegiatan jantung dan pernafasan terhenti. Pada taraf ini sedapat mungkin sebaiknya di hindarkan.
Pada hakikatnya, kembalinua kessadaran atau siuman (recovery) berlangsung dalam uruttan terbalik, dari c ke a
Kriteria analgetika yang baik
a. Mulai bekerjanya cepat.
b. Tanpa efek samping, seperti kegelisahan.
c. Tidak merangsang mukosa.
d. Pemulihannya harus cepat tanpa efek-sisa. Seperti perasaan kacau, mual dan muntah.
e. Tidak boleh meningkatkan perdarahan kapiler selama pembedahan.
Penggolongan
Berdasarkan cara penggunaannya, anestetika umuum dibagi dalam dua kelompok, yakni:
1) Anestetika inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, dan sevofluran.
Obat-obat ini diberikan sebagai uap melelui saluran pernafasan.
Keuntungannya adalah :
a. resorbsi yang cepat melalui paru-paru, seperti juga ekskresinya melalui gelembung paru (alveoli) dan biasanya dalam keadaan utuh.
b. Pemberiannya mudah dipantau dan bila perlu pada setiap waktu dapat di hentikan.
c. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara anestesi.
2) Anestetika intravena: toipental, diazepam dan midazolam, ketamin, dan propofol.
Obat-obat ini juga dapat di berikan dalam sediaan supositoria secara rectal, tetapi resorbsinya kurang teratur. Obat-obat ini terutama di gunakan untuk mendahului (induksi) anestesi total, atau memeliharanya, juga sebagai anestesi pada pembedahan singkat.
Keuntungan anestetika-inhalasi di bandingkan dengan anestesika-intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi.
Efek samping
Hampir semua anestetika inhalasi menghasilkan sejumlah efek samping dan yang terpenting adalah:
ü Menekan pernafasan
Yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran, dan isofluran.
ü Menekan system kardiovaskular
Terutama oleh halotan, enfluran, dan isofluran.
ü Merusak hati dan ginjal
Terutama senyawa klor, misalnya kloroform
ü Oliguri (reversiblel)
Karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu di hidratasi secukupnya.
ü Menekan system regulasi suhu
Sehingga timbul perasaan kedinginan(menggigil) pasca bedah.
ZAT-ZAT TERSENDIRI
1) Eter (E.I): diethylether, ether ad narcosin.
Cairan dengan bau yang khas yang sangat mudah menguap dan menyala, juga eksplosif (1842). Khasiat analghesia dan anestesinya kuat dengan relaksasi otot baik.
Eter digunakan pada pelbagai jenis pembedahan, terutama bila di perlukan relaksasi otot sebagian besar eter yang diinhhalasi, dikeluarkan melalui paru-paru dan sebagian kecil dimetabolisasikan di hati. Batas keamanannya (indeks terapi) lebar, karena Eter mudah melewati plasenta.
Efek samping:
a. Mudah menyala.
b. Merangsang mukosa ssaluran pernafasan, hingga perlu di berikan premedikasi berupa morfin-atropin 10-0,25 mg.
c. Induksi berjalan lambat dan sering disertai dengan ketegangan.
d. Meningkatnya sekresi ludah dan sekret bronchi.
2) Trikloretilen: Trilene, Cl2C=CHCl.
Cairan dengan baud an rasa seperti kloroform (CHCl3), tidak berwarna atau berwarna biru muda (diberi zat warna guna identifikasi), juga tidak dapat menyala ddan tidak ekspklosif(1911). Khasiat anestesinya lemah dan lebih ringan dari pada kloroform, tetapi kerjanya lebih lambat, sifat analgetisnya lebih kuat dan toksisitasnya lebih ringan. Serkarang obat ini tidak banyak digunakakn lagi, kecuali sebagai anestetikum banttuan pada pembedahan singkat di kedokteran gigi dan kebidanan.
3) Nitrogenoksida: gas tertawa
N2O adalah gas tak berwarna dengan bau yang khas, rasanya kemanis-manisan dan ca 1,5 kali lebih berat dari udara. Tidak bersifat merangsang dan tidak dapat menyala(1844
).
Khasiat analgetisnya kuat, tetapi khasiat anestetisnya lemah dan tidak memiliki sifat merelaksasi otot.
Efek sampingnya:
a. Dapat menimbulkan hipoksia
b. Setelah penggunaan lama dapat timbul anemia megaloblaster, akibat oksidasi dari atom kobalt dalam vitamin B12.
Dosis : tracheal 50-66 v % bersama oksigen,
4) Halotan: flouthane
Cairan dengan sifatt-sifat fisika, seperti kloroform, lebih kurang sama berat jenis , bau, dan rasanya, juga tidak dapat menyala dan tidak eksplosif (1956).khasiat anestetisnya sangat kuat (2 kali kloroform dan 4 kali eter), tetapi khasiat analgetisnya rendah dan daya relaksasi ototnya ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam. Sebaiknya halotan di gunakan dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan suatu relaksans otot, seperti galamin atau suksametonium.
Kelarutannya dalam darah relative rendah, maka induksinya lambat, mudah di gunakan, dan tidak merangsang mukosa saluran pernafasan, bahkan bersifat menekan reflex dari pharynk dan larynk, melebarkan bronchioli, dan mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi. Pemulihannya juga lancar , sehingga banyak di gunakan seebagai anestetikum-pokok atau anestetikum-pembantu pada narkosa dengan obat-obat berdaya kerja lemah seperti N2O.
Efek sampingnya:
a. Menekan pernafasan dan kegiatan jantung (aritmia).
b. Hipotensi
c. Pada penggunaan berulang dapat menyebabkan kerusakan hati.
Dosis: tracheal 0,5-3 v %.
5) Enfluran: Enthrane, Alyrane.
Senyawa-klor-pentafluor ini(1972) adalah anestetikum-inhalasi kuat, yang di gunakan pada pelbagai jenis pembedahan, juga sebagai analgetikum pada persalinan. Berdasarkan struktur eternya, senyawa ini memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, disamping menidurkan. Dibandingkan dengan halotan, zat ini tidak begitu menekan SSP.
Efek sampingnya berupa hipotensi, menekan pernafasan, aritmi dan merangsang SSP. Pasca bedah timbul hipotermi (menggigil) serta mual dan muntah. Berdasarkan daya kerjanya yang melemaskan otot uterus, zat ini dapat meningkatkan pendarahan pada saat persalinan, sectio caesarea, dan abortus.
Dosis: tracheal 0,5-4 v %
• Isofluran : Forane, Aerrane.
Isomer (1971) dari enfluran ini baunya tidak enak dan juga merupakan anestetikum inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik.
Kebanyakan digunakan dalam kombinasi dengan anestetika-intravena untuk mengiunduksi anestesi.
Deya kerjanya dan penekanannya terhadap SSP sama dengan enfluran. Tidak menyala dan tidak eksplosif. Walaupun molekulnya mengandung 5 atom fluor, kadar florida dalam ginjal sangat rendah, sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap fungsi ginjal
Efek sampingnya:
a. Hipotensi
b. Aritmi
c. Menggigil
d. Konstriksi bronchi
e. Meningkatnya jumlah leukosit
f. Pasca bedah dapat timbul muntah, mual dan keadaan tegang pada lebih kurang 10% pasien
Dosis : tracheal 0,5-3v% dalam oksigen, atau bersama oksigen dan N2O.
Anestetika di gunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan , merintangi perasaan nyeri (analgesia), memblokir reaksi reflex terhadap manipulasi pembedahan , serta menimbulkan pelemasan otot ( relaksasi).
Taraf – taraf narkosa
Anestetika umum dapat menekan SSP secara bertingkat dan berturut-turut menghentikan aktifitas bagiannya. Ada 4 taraf narkosa, yakni:
a. Analgesia: kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadinya euforia (rasa nyaman) yang disertai impian yang mirip halusinasi. Eter dan nitrogenmonoksida memberikan analgesia baik pada taraf ini, sedangkan halotan dan thiopental baru tahap berikut.
b. Eksitasi: kesadaran hilang dan timul kegelisahan. Kedua taraf ini juga disebut taraf induksi.
c. Anesthesia: pernafasan menjadi dangkal, cepat dan teratur, seperti keadaan tidur (pernafasan perut), gerakan mata dan reflex mata hilang, sedangkan otot menjadi lemas.
d. Kelumpuhan sum-sum tulang: kegiatan jantung dan pernafasan terhenti. Pada taraf ini sedapat mungkin sebaiknya di hindarkan.
Pada hakikatnya, kembalinua kessadaran atau siuman (recovery) berlangsung dalam uruttan terbalik, dari c ke a
Kriteria analgetika yang baik
a. Mulai bekerjanya cepat.
b. Tanpa efek samping, seperti kegelisahan.
c. Tidak merangsang mukosa.
d. Pemulihannya harus cepat tanpa efek-sisa. Seperti perasaan kacau, mual dan muntah.
e. Tidak boleh meningkatkan perdarahan kapiler selama pembedahan.
Penggolongan
Berdasarkan cara penggunaannya, anestetika umuum dibagi dalam dua kelompok, yakni:
1) Anestetika inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, dan sevofluran.
Obat-obat ini diberikan sebagai uap melelui saluran pernafasan.
Keuntungannya adalah :
a. resorbsi yang cepat melalui paru-paru, seperti juga ekskresinya melalui gelembung paru (alveoli) dan biasanya dalam keadaan utuh.
b. Pemberiannya mudah dipantau dan bila perlu pada setiap waktu dapat di hentikan.
c. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara anestesi.
2) Anestetika intravena: toipental, diazepam dan midazolam, ketamin, dan propofol.
Obat-obat ini juga dapat di berikan dalam sediaan supositoria secara rectal, tetapi resorbsinya kurang teratur. Obat-obat ini terutama di gunakan untuk mendahului (induksi) anestesi total, atau memeliharanya, juga sebagai anestesi pada pembedahan singkat.
Keuntungan anestetika-inhalasi di bandingkan dengan anestesika-intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi.
Efek samping
Hampir semua anestetika inhalasi menghasilkan sejumlah efek samping dan yang terpenting adalah:
ü Menekan pernafasan
Yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran, dan isofluran.
ü Menekan system kardiovaskular
Terutama oleh halotan, enfluran, dan isofluran.
ü Merusak hati dan ginjal
Terutama senyawa klor, misalnya kloroform
ü Oliguri (reversiblel)
Karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu di hidratasi secukupnya.
ü Menekan system regulasi suhu
Sehingga timbul perasaan kedinginan(menggigil) pasca bedah.
ZAT-ZAT TERSENDIRI
1) Eter (E.I): diethylether, ether ad narcosin.
Cairan dengan bau yang khas yang sangat mudah menguap dan menyala, juga eksplosif (1842). Khasiat analghesia dan anestesinya kuat dengan relaksasi otot baik.
Eter digunakan pada pelbagai jenis pembedahan, terutama bila di perlukan relaksasi otot sebagian besar eter yang diinhhalasi, dikeluarkan melalui paru-paru dan sebagian kecil dimetabolisasikan di hati. Batas keamanannya (indeks terapi) lebar, karena Eter mudah melewati plasenta.
Efek samping:
a. Mudah menyala.
b. Merangsang mukosa ssaluran pernafasan, hingga perlu di berikan premedikasi berupa morfin-atropin 10-0,25 mg.
c. Induksi berjalan lambat dan sering disertai dengan ketegangan.
d. Meningkatnya sekresi ludah dan sekret bronchi.
2) Trikloretilen: Trilene, Cl2C=CHCl.
Cairan dengan baud an rasa seperti kloroform (CHCl3), tidak berwarna atau berwarna biru muda (diberi zat warna guna identifikasi), juga tidak dapat menyala ddan tidak ekspklosif(1911). Khasiat anestesinya lemah dan lebih ringan dari pada kloroform, tetapi kerjanya lebih lambat, sifat analgetisnya lebih kuat dan toksisitasnya lebih ringan. Serkarang obat ini tidak banyak digunakakn lagi, kecuali sebagai anestetikum banttuan pada pembedahan singkat di kedokteran gigi dan kebidanan.
3) Nitrogenoksida: gas tertawa
N2O adalah gas tak berwarna dengan bau yang khas, rasanya kemanis-manisan dan ca 1,5 kali lebih berat dari udara. Tidak bersifat merangsang dan tidak dapat menyala(1844
).
Khasiat analgetisnya kuat, tetapi khasiat anestetisnya lemah dan tidak memiliki sifat merelaksasi otot.
Efek sampingnya:
a. Dapat menimbulkan hipoksia
b. Setelah penggunaan lama dapat timbul anemia megaloblaster, akibat oksidasi dari atom kobalt dalam vitamin B12.
Dosis : tracheal 50-66 v % bersama oksigen,
4) Halotan: flouthane
Cairan dengan sifatt-sifat fisika, seperti kloroform, lebih kurang sama berat jenis , bau, dan rasanya, juga tidak dapat menyala dan tidak eksplosif (1956).khasiat anestetisnya sangat kuat (2 kali kloroform dan 4 kali eter), tetapi khasiat analgetisnya rendah dan daya relaksasi ototnya ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam. Sebaiknya halotan di gunakan dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan suatu relaksans otot, seperti galamin atau suksametonium.
Kelarutannya dalam darah relative rendah, maka induksinya lambat, mudah di gunakan, dan tidak merangsang mukosa saluran pernafasan, bahkan bersifat menekan reflex dari pharynk dan larynk, melebarkan bronchioli, dan mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi. Pemulihannya juga lancar , sehingga banyak di gunakan seebagai anestetikum-pokok atau anestetikum-pembantu pada narkosa dengan obat-obat berdaya kerja lemah seperti N2O.
Efek sampingnya:
a. Menekan pernafasan dan kegiatan jantung (aritmia).
b. Hipotensi
c. Pada penggunaan berulang dapat menyebabkan kerusakan hati.
Dosis: tracheal 0,5-3 v %.
5) Enfluran: Enthrane, Alyrane.
Senyawa-klor-pentafluor ini(1972) adalah anestetikum-inhalasi kuat, yang di gunakan pada pelbagai jenis pembedahan, juga sebagai analgetikum pada persalinan. Berdasarkan struktur eternya, senyawa ini memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, disamping menidurkan. Dibandingkan dengan halotan, zat ini tidak begitu menekan SSP.
Efek sampingnya berupa hipotensi, menekan pernafasan, aritmi dan merangsang SSP. Pasca bedah timbul hipotermi (menggigil) serta mual dan muntah. Berdasarkan daya kerjanya yang melemaskan otot uterus, zat ini dapat meningkatkan pendarahan pada saat persalinan, sectio caesarea, dan abortus.
Dosis: tracheal 0,5-4 v %
• Isofluran : Forane, Aerrane.
Isomer (1971) dari enfluran ini baunya tidak enak dan juga merupakan anestetikum inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik.
Kebanyakan digunakan dalam kombinasi dengan anestetika-intravena untuk mengiunduksi anestesi.
Deya kerjanya dan penekanannya terhadap SSP sama dengan enfluran. Tidak menyala dan tidak eksplosif. Walaupun molekulnya mengandung 5 atom fluor, kadar florida dalam ginjal sangat rendah, sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap fungsi ginjal
Efek sampingnya:
a. Hipotensi
b. Aritmi
c. Menggigil
d. Konstriksi bronchi
e. Meningkatnya jumlah leukosit
f. Pasca bedah dapat timbul muntah, mual dan keadaan tegang pada lebih kurang 10% pasien
Dosis : tracheal 0,5-3v% dalam oksigen, atau bersama oksigen dan N2O.
KATEGORI OBAT-OBATAN ANTIKONVULSAN
Mencegah kambuhnya kejang dan mengakhiri aktivitas klinik dan elektrik kejang.
1. Magnesium sulfat.
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk mengobati kejang eklamptik (dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin). Merupakan antikonvulsan yang efektif dan membantu mencegah kejang kambuhan dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan aliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil mengontrol kejang eklamptik pada >95% kasus. Selain itu zat ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran darah ke uterus. Mekanisme kerja magnesium sulfat adalah menekan pengeluaran asetilkolin pada motor endplate. Magnesium sebagai kompetisi antagonis kalsium juga memberikan efek yang baik untuk otot skelet.
Magnesium sulfat dikeluarkan secara eksklusif oleh ginjal dan mempunyai efek antihipertensi. Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena lebih disukai karena dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat terapetik lebih singkat. Rute intramuskular cenderung lebih nyeri dan kurang nyaman, digunakan jika akses IV atau pengawasan ketat pasien tidak mungkin. Pemberian magnesium sulfat harus diikuti dengan pengawasan ketat atas pasien dan fetus.
Tujuan terapi magnesium adalah mengakhiri kejang yang sedang berlangsung dan mencegah kejang berkelanjutan. Pasien harus dievaluasi bahwa refleks tendon dalam masih ada, pernafasan sekurangnya 12 kali per menit dan urine output sedikitnya 100 ml dalam 4 jam. Terapi magnesium biasanya dilanjutkan 12-24 jam setelah bayi lahir ; dapat dihentikan jika tekanan darah membaik serta diuresis yang adekuat. Kadar magnesium harus diawasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, pada level 6-8 mg/dl. Pasien dengan urine output yang meningkat memerlukan dosis rumatan untuk mempertahankan magnesium pada level terapetiknya. Pasien diawasi apakah ada tanda-tanda perburukan atau adanya keracunan magnesium.
Protokol pemberian magnesium menurut The Parkland Memorial Hospital, Baltimore, adalah sebagai berikut :
4 g. magnesium sulfat IV dalam 5 menit, dilanjutkan dengan 10 g. magnesium sulfat dicampur dengan 1 ml lidokain 2% IM dibagi pada kedua bokong. Bila kejang masih menetap setelah 15 menit lanjutkan dengan pemberian 2 g. magnesium sulfat IV dalam 3-5 menit. Sebagai dosis rumatan, 4 jam kemudian berikan 5 g. magnesium sulfat IM, kecuali jika refleks patella tidak ada, terdapat depresi pernafasan, atau urine output <100 ml dalam 4 jam tersebut. Atau dapat diberikan magnesium sulfat 2-4 g/jam IV. Bila kadar magnesium >10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian bolus maka dosis rumatan dapat diturunkan. Level terapetik adalah 4,8-8,4 mg/dl. Dengan protokol di atas, biasanya serum magnesium akan mencapai 4-7 mg/dl pada pasien dengan distribusi volume normal dan fungsi ginjal yang normal. Pengawasan aktual serum magnesium hanya dilakukan pada pasien dengan gejala keracunan magnesium atau pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pasien dapat mengalami kejang ketika mendapat magnesium sulfat. Bila kejang timbul dalam 20 menit pertama setelah menerima loading dose, kejang biasanya pendek dan tidak memerlukan pengobatan tambahan.
Bila kejang timbul >20 menit setelah pemberian loading dose, berikan tambahan 2-4 gram magnesium. dosis: inisial: 4-6 g. IV bolus dalam 15-20 menit; bila kejang timbul setelah pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 g. IV dalam 3-5 menit. Kurang lebih 10-15% pasien mengalami kejang lagi setelah pemberian loading dosis. Dosis rumatan: 2-4 g./jam IV per drip. Bila kadar magnesium > 10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian per bolus maka dosis rumatan dapat diturunkan. Pada Magpie Study, untuk keamanan, dosis magnesium dibatasi. Dosis awal terbatas pada 4 g. bolus IV, dilanjutkan dengan dosis rumatan 1 g./jam. Jika diberikan IM, dosisnya 10 g. dilanjutkan 5 g. setiap 4 jam. Terapi diteruskan hingga 24 jam kontraindikasi : Hipersensitif terhadap magnesium, adanya blok pada jantung, penyakit Addison, kerusakan otot jantung, hepatitis berat, atau myasthenia gravis.
Interaksi : Penggunaan bersamaan dengan nifedipin dapat menyebabkan hipotensi dan blokade neuromuskular. Dapat meningkatkan terjadinya blokade neuromuskular bila digunakan dengan aminoglikosida, potensial terjadi blokade neuromuskular bila digunakan kersamaan dengan tubokurarin, venkuronium dan suksinilkolin. Dapat meningkatkan efek SSP dan toksisitas dari depresan SSP, betametason dan kardiotoksisitas dari ritodrine.
Kategori keamanan pada kehamilan : A – aman pada ehamilan.(Fugate SR dkk), Peringatan : Selalu monitor adanya refleks yang hilang, depresi nafas dan penurunan urine output: Pemberian harus dihentikan bila terdapat hipermagnesia dan pasien mungkin membutuhkan bantuan ventilasi. Depresi SSP dapat terjadi pada kadar serum 6-8 mg/dl, hilangnya refleks tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi pernafasan pada kadar 12-17 mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan henti jantung pada kadar 19-20 mg/dl. Bila terdapat tanda keracunan magnesium, dapat diberikan kalsium glukonat 1 g. IV secara perlahan. Magnesium sulfat harus dipikirkan untuk wanita hamil dengan eklampsia karena harganya murah, cocok digunakan di negara yang pendapatannya rendah. Pemberian intravena lebih disukai karena efek sampingnya lebih rendah dan masalah yang disebabkan oleh tempat penyuntikan lebih sedikit. Lamanya pengobatan umumnya tidak lebih dari 24 jam, dan bila rute intravena digunakan untuk terapi rumatan maka dosisnya jangan melebihi 1 g/jam.Pemberian dan pengawasan klinik selama pemberian magnesium sulfat dapat dilakukan oleh staf medik, bidan dan perawat yang sudah terlatih.
2. Fenitoin
Fenitoin telah berhasil digunakan untuk mengatasi kejang eklamptik, namun diduga menyebabkan bradikardi dan hipotensi. Fenitoin bekerja menstabilkan aktivitas neuron dengan menurunkan flux ion di seberang membran depolarisasi. Keuntungan fenitoin adalah dapat dilanjutkan secara oral untuk beberapa hari sampai risiko kejang eklamtik berkurang. Fenitoin juga memiliki kadar terapetik yang mudah diukur dan penggunaannya dalam jangka pendek sampai sejauh ini tidak memberikan efek samping yang buruk pada neonatus.
Dosis awal: 10 mg/kgbb. IV per drip dengan kecepatan < 50 mg/min, diikuti dengan dosis rumatan 5 mg/kgbb. 2 jam kemudian. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap fenitoin, blok sinoatrial, AV blok tingkat kedua dan ketiga, sinus bradikardi, sindrom Adams-Stokes. Interaksi : Amiodaron, benzodiazepin, kloramfenikol, simetidin, flukonazol, isoniazid, metronidazol, miconazol, fenilbutazon, suksinimid, sulfonamid, omeprazol, fenasemid, disulfiram, etanol (tertelan secara akut), trimethoprim dan asam valproat dapat meningkatkan toksisitas fenitoin. Efektivitas fenitoin dapat berkurang bila digunakan bersamaan dengan obat golongan barbiturat, diazoksid, etanol, rifampisin, antasid, charcoal, karbamazepin, teofilin, dan sukralfat. Fenitoin dapat menurunkan efektifitas asetaminofen, kortikosteroid, dikumarol,disopiramid, doksisiklin, estrogen, haloperidol, amiodaron, karbamazepin, glikosida jantung, kuinidin, teofilin, methadon, metirapon, mexiletin, kontrasepsi oral, dan asam valproat.
Kategori keamanan pada kehamilan: D-Tidak aman untuk kehamilan. Peringatan: Diperlukan pemeriksaan hitung jenis dan analisis urin saat terapi dimulai untuk mengetahui adanya diskrasia darah. Hentikan penggunaan bila terdapat skin rash, kulit mengelupas, bulla dan purpura pada kulit. Infus yang cepat dapat menyebabkan kematian karena henti jantung, ditandai oleh melebarnya QRS. Hati-hati pada porfiria intermiten akut dan diabetes (karena meningkatkan kadar gula darah). Hentikan penggunaan bila terdapat disfungsi hati.
3. Diazepam
Telah lama digunakan untuk menanggulangi kegawatdaruratan pada kejang eklamptik. Mempunyai waktu paruh yang pendek dan efek depresi SSP yang signifikan. Dosis : 5 mg IV. Kontraindikasi: Hipersensitif pada diazepam, narrowangle glaucoma. Interaksi: Pemberian bersama fenotiazin, barbiturat, alkohol dan MAOI meningkatkan toksisitas benzodiazepin pada SSP.Kategori keamanan pada kehamilan: D-tidak aman digunakan pada wanita hamil. Peringatan : Dapat menyebabkan flebitis dan trombosis vena, jangan diberikan bila IV line tidak aman; Dapat menyebabkan apnea pada ibu dan henti jantung bila diberikan terlalu cepat. Pada neonatus dapat menyebabkandepresi nafas, hipotonia dan nafsu makan yang buruk. Sodium benzoat berkompetisi dengan bilirubin untuk pengikatan albumin, sehingga merupakan faktor predisposisi kernikterus pada bayi.
ANTIHIPERTENSI
Hipertensi yang berasosiasi dengan eklampsia dapat dikontrol dengan adekuat dengan menghentikan kejang. Antihipertensi digunakan bila tekanan diastolik >110 mmHg. untuk mempertahankan tekanan diastolik pada kisaran 90-100 mmHg. Antihipertensi mempunyai 2 tujuan utama: (1) menurunkan angka kematian maternal dan kematian yang berhubungan dengan kejang, stroke dan emboli paru dan (2) menurunkan angka kematian fetus dan kematian yang disebabkan oleh IUGR, placental abruption dan infark. Bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat akan menyebabkan hipoperfusi uterus. Pembuluh darah uterus biasanya mengalami vasodilatasi maksimal dan penurunan tekanan darah ibu akan menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta. Walaupun cairan tubuh total pada pasien eklampsia berlebihan, volume intravaskular mengalami penyusutan dan wanita dengan eklampsia sangat sensitif pada perubahan volume cairan tubuh. Hipovolemia menyebabkan penurunan perfusi uterus sehingga penggunaan diuretik dan zat-zat hiperosmotik harus dihindari. Obat-obatan yang biasa digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi adalah hidralazin dan labetalol. Nifedipin telah lama digunakan tetapi masih kurang dapat diterima.
1. Hidralazin
Merupakan vasodilator arteriolar langsung yang menyebabkan takikardi dan peningkatan cardiac output. Hidralazin membantu meningkatkan aliran darah ke uterus dan mencegah hipotensi. Hidralazin dimetabolisir di hati. Dapat mengontrol hipertensi pada 95% pasien dengan eklampsia. Dosis: 5 mg IV ulangi 15-20 menit kemudian sampai tekanan darah <110 mmHg. Aksi obat mulai dalam 15 menit, puncaknya 30-60 menit, durasi kerja 4-6 jam. Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap hidralazin, penyakit rematik katup mitral jantung. Interaksi: MAOI dan beta-bloker dapat meningkatkan toksisitas hidralazin dan efek farmakologi hidralazin dapat berkurang bila berinteraksi dengan indometasin. Kategori keamanan pada kehamilan: C – keamanan penggunaanya pada wanita hamil belum pernah ditetapkan. Peringatan: Pasien dengan infark miokard, memiliki penyakit jantung koroner; Efek sampingnya kemerahan, sakit kepala, pusing-pusing, palpitasi, angina dan sindrom seperti idiosinkratik lupus.(biasanya pada penggunaan kronik).
2. Labetalol
Merupakan beta-bloker non selektif. Tersedia dalam preparat IV dan per oral. Digunakan sebagai pengobatan alternatif dari hidralazin pada penderita eklampsia. Aliran darah ke uteroplasenta tidak dipengaruhi oleh pemberian labetalol IV. Dosis: Dosis awal 20 mg, dosis kedua ditingkatkan hingga 40 mg, dosis berikutnya hingga 80 mg sampai dosis kumulatif maksimal 300 mg; Dapat diberikan secara konstan melalui infus; Aksi obat dimulai setelah 5 menit, efek puncak pada 10-20 menit, durasi kerja obat 45 menit sampai 6 jam. Kontraindikasi: Hipersensitif pada labetalol, shock kardiogenik, edema paru, bradikardi, blok atrioventrikular, gagal jantung kongestif yang tidak terkompensasi; penyakit saluran nafas reaktif, bradikardi berat. Interaksi: Menurunkan efek diuretik dan meningkatkan toksisitas dari metotreksat, litium, dan salisilat. Menghilangkan refleks takikardi yang disebabkan oleh penggunaan nitrogliserin tanpa efek hipotensi. Simetidin dapat meningkatkan kadar labetalol dalam gula darah. Glutetimid dapat menurunkan efek labetalol dengan cara menginduksi enzim mikrosomal. Kategori keamanan pada kehamilan : C-keamanan penggunaanya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Hati-hati bila digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Hentikan penggunaan bila terdapat tanda disfungsi hati. Pada pasien yang berumur dapat terjadi keracunan ataupun respons yang rendah.
3. Nifedipin:
Merupakan Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi kuat arteriolar. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral. Dosis: 10 mg per oral, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 120 mg/ hari. Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap nifedipin. Interaksi: Hati-hati pada penggunaan bersamaan dengan obat lain yang berefek menurunkan tekanan darah, termasuk beta blocker dan opiat; H2 bloker (simetidin) dapat meningkatkan toksisitas. Kategori keamanan pada kehamilan: C – Keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Dapat menyebabkan edema ekstremitas bawah, jarang namun dapat terjadi hepatitis karena alergi. Masalah utama penggunaan nifedipin adalah hipotensi. Hipotensi biasanya terjadi bila mengkonsumsi kalsium. Sebaiknya dihindari pada kehamilan dengan IUGR dan pada pasien dengan fetus yang terlacak memiliki detak jantung abnormal.
4. Klonidin
Merupakan agonis selektif reseptor 2 ( 2-agonis). Obat ini merangsang adrenoreseptor 2 di SSP dan perifer, tetapi efek antihipertensinya terutama akibat perangsangan reseptor 2 di SSP. Dosis: dimulai dengan 0.1 mg dua kali sehari; dapat ditingkatkan 0.1-0.2 mg/hari sampai 2.4 mg/hari. Penggunaan klonidin menurunkan tekanan darah sebesar 30-60 mmHg, dengan efek puncak 2-4 jam dan durasi kerja 6-8 jam. Efek samping yang sering terjadi adalah mulut kering dan sedasi, gejala ortostatik kadang terjadi. Penghentian mendadak dapat menimbulkan reaksi putus obat. Kontraindikasi: Sick-sinus syndrome, blok artrioventrikular derajat dua atau tiga. Interaksi: Diuretik, vasodilator, -bloker dapat meningkatkan efek antihipertensi. Pemberian bersamaan dengan bloker dan atau glikosida jantung dapat menurunkan denyut jantung dan disritmia. Pemberian bersamaan dengan antidepresan trisiklik dapat menurunkan kemampuan klonidin dalam menurunkan tekanan darah.
Kategori keamanan pada kehamilan: C – keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Hati-hati pada pasien dengan kelainan ritme jantung, kelainan sistem konduksi AV jantung, gagal ginjal, gangguan perfusi SSP ataupun perifer, depresi, polineuropati, konstipasi. Dapat menurunkan kemampuan mengendarai mobil ataupun mengoperasikan mesin.
Mencegah kambuhnya kejang dan mengakhiri aktivitas klinik dan elektrik kejang.
1. Magnesium sulfat.
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk mengobati kejang eklamptik (dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin). Merupakan antikonvulsan yang efektif dan membantu mencegah kejang kambuhan dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan aliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil mengontrol kejang eklamptik pada >95% kasus. Selain itu zat ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran darah ke uterus. Mekanisme kerja magnesium sulfat adalah menekan pengeluaran asetilkolin pada motor endplate. Magnesium sebagai kompetisi antagonis kalsium juga memberikan efek yang baik untuk otot skelet.
Magnesium sulfat dikeluarkan secara eksklusif oleh ginjal dan mempunyai efek antihipertensi. Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena lebih disukai karena dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat terapetik lebih singkat. Rute intramuskular cenderung lebih nyeri dan kurang nyaman, digunakan jika akses IV atau pengawasan ketat pasien tidak mungkin. Pemberian magnesium sulfat harus diikuti dengan pengawasan ketat atas pasien dan fetus.
Tujuan terapi magnesium adalah mengakhiri kejang yang sedang berlangsung dan mencegah kejang berkelanjutan. Pasien harus dievaluasi bahwa refleks tendon dalam masih ada, pernafasan sekurangnya 12 kali per menit dan urine output sedikitnya 100 ml dalam 4 jam. Terapi magnesium biasanya dilanjutkan 12-24 jam setelah bayi lahir ; dapat dihentikan jika tekanan darah membaik serta diuresis yang adekuat. Kadar magnesium harus diawasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, pada level 6-8 mg/dl. Pasien dengan urine output yang meningkat memerlukan dosis rumatan untuk mempertahankan magnesium pada level terapetiknya. Pasien diawasi apakah ada tanda-tanda perburukan atau adanya keracunan magnesium.
Protokol pemberian magnesium menurut The Parkland Memorial Hospital, Baltimore, adalah sebagai berikut :
4 g. magnesium sulfat IV dalam 5 menit, dilanjutkan dengan 10 g. magnesium sulfat dicampur dengan 1 ml lidokain 2% IM dibagi pada kedua bokong. Bila kejang masih menetap setelah 15 menit lanjutkan dengan pemberian 2 g. magnesium sulfat IV dalam 3-5 menit. Sebagai dosis rumatan, 4 jam kemudian berikan 5 g. magnesium sulfat IM, kecuali jika refleks patella tidak ada, terdapat depresi pernafasan, atau urine output <100 ml dalam 4 jam tersebut. Atau dapat diberikan magnesium sulfat 2-4 g/jam IV. Bila kadar magnesium >10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian bolus maka dosis rumatan dapat diturunkan. Level terapetik adalah 4,8-8,4 mg/dl. Dengan protokol di atas, biasanya serum magnesium akan mencapai 4-7 mg/dl pada pasien dengan distribusi volume normal dan fungsi ginjal yang normal. Pengawasan aktual serum magnesium hanya dilakukan pada pasien dengan gejala keracunan magnesium atau pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pasien dapat mengalami kejang ketika mendapat magnesium sulfat. Bila kejang timbul dalam 20 menit pertama setelah menerima loading dose, kejang biasanya pendek dan tidak memerlukan pengobatan tambahan.
Bila kejang timbul >20 menit setelah pemberian loading dose, berikan tambahan 2-4 gram magnesium. dosis: inisial: 4-6 g. IV bolus dalam 15-20 menit; bila kejang timbul setelah pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 g. IV dalam 3-5 menit. Kurang lebih 10-15% pasien mengalami kejang lagi setelah pemberian loading dosis. Dosis rumatan: 2-4 g./jam IV per drip. Bila kadar magnesium > 10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian per bolus maka dosis rumatan dapat diturunkan. Pada Magpie Study, untuk keamanan, dosis magnesium dibatasi. Dosis awal terbatas pada 4 g. bolus IV, dilanjutkan dengan dosis rumatan 1 g./jam. Jika diberikan IM, dosisnya 10 g. dilanjutkan 5 g. setiap 4 jam. Terapi diteruskan hingga 24 jam kontraindikasi : Hipersensitif terhadap magnesium, adanya blok pada jantung, penyakit Addison, kerusakan otot jantung, hepatitis berat, atau myasthenia gravis.
Interaksi : Penggunaan bersamaan dengan nifedipin dapat menyebabkan hipotensi dan blokade neuromuskular. Dapat meningkatkan terjadinya blokade neuromuskular bila digunakan dengan aminoglikosida, potensial terjadi blokade neuromuskular bila digunakan kersamaan dengan tubokurarin, venkuronium dan suksinilkolin. Dapat meningkatkan efek SSP dan toksisitas dari depresan SSP, betametason dan kardiotoksisitas dari ritodrine.
Kategori keamanan pada kehamilan : A – aman pada ehamilan.(Fugate SR dkk), Peringatan : Selalu monitor adanya refleks yang hilang, depresi nafas dan penurunan urine output: Pemberian harus dihentikan bila terdapat hipermagnesia dan pasien mungkin membutuhkan bantuan ventilasi. Depresi SSP dapat terjadi pada kadar serum 6-8 mg/dl, hilangnya refleks tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi pernafasan pada kadar 12-17 mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan henti jantung pada kadar 19-20 mg/dl. Bila terdapat tanda keracunan magnesium, dapat diberikan kalsium glukonat 1 g. IV secara perlahan. Magnesium sulfat harus dipikirkan untuk wanita hamil dengan eklampsia karena harganya murah, cocok digunakan di negara yang pendapatannya rendah. Pemberian intravena lebih disukai karena efek sampingnya lebih rendah dan masalah yang disebabkan oleh tempat penyuntikan lebih sedikit. Lamanya pengobatan umumnya tidak lebih dari 24 jam, dan bila rute intravena digunakan untuk terapi rumatan maka dosisnya jangan melebihi 1 g/jam.Pemberian dan pengawasan klinik selama pemberian magnesium sulfat dapat dilakukan oleh staf medik, bidan dan perawat yang sudah terlatih.
2. Fenitoin
Fenitoin telah berhasil digunakan untuk mengatasi kejang eklamptik, namun diduga menyebabkan bradikardi dan hipotensi. Fenitoin bekerja menstabilkan aktivitas neuron dengan menurunkan flux ion di seberang membran depolarisasi. Keuntungan fenitoin adalah dapat dilanjutkan secara oral untuk beberapa hari sampai risiko kejang eklamtik berkurang. Fenitoin juga memiliki kadar terapetik yang mudah diukur dan penggunaannya dalam jangka pendek sampai sejauh ini tidak memberikan efek samping yang buruk pada neonatus.
Dosis awal: 10 mg/kgbb. IV per drip dengan kecepatan < 50 mg/min, diikuti dengan dosis rumatan 5 mg/kgbb. 2 jam kemudian. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap fenitoin, blok sinoatrial, AV blok tingkat kedua dan ketiga, sinus bradikardi, sindrom Adams-Stokes. Interaksi : Amiodaron, benzodiazepin, kloramfenikol, simetidin, flukonazol, isoniazid, metronidazol, miconazol, fenilbutazon, suksinimid, sulfonamid, omeprazol, fenasemid, disulfiram, etanol (tertelan secara akut), trimethoprim dan asam valproat dapat meningkatkan toksisitas fenitoin. Efektivitas fenitoin dapat berkurang bila digunakan bersamaan dengan obat golongan barbiturat, diazoksid, etanol, rifampisin, antasid, charcoal, karbamazepin, teofilin, dan sukralfat. Fenitoin dapat menurunkan efektifitas asetaminofen, kortikosteroid, dikumarol,disopiramid, doksisiklin, estrogen, haloperidol, amiodaron, karbamazepin, glikosida jantung, kuinidin, teofilin, methadon, metirapon, mexiletin, kontrasepsi oral, dan asam valproat.
Kategori keamanan pada kehamilan: D-Tidak aman untuk kehamilan. Peringatan: Diperlukan pemeriksaan hitung jenis dan analisis urin saat terapi dimulai untuk mengetahui adanya diskrasia darah. Hentikan penggunaan bila terdapat skin rash, kulit mengelupas, bulla dan purpura pada kulit. Infus yang cepat dapat menyebabkan kematian karena henti jantung, ditandai oleh melebarnya QRS. Hati-hati pada porfiria intermiten akut dan diabetes (karena meningkatkan kadar gula darah). Hentikan penggunaan bila terdapat disfungsi hati.
3. Diazepam
Telah lama digunakan untuk menanggulangi kegawatdaruratan pada kejang eklamptik. Mempunyai waktu paruh yang pendek dan efek depresi SSP yang signifikan. Dosis : 5 mg IV. Kontraindikasi: Hipersensitif pada diazepam, narrowangle glaucoma. Interaksi: Pemberian bersama fenotiazin, barbiturat, alkohol dan MAOI meningkatkan toksisitas benzodiazepin pada SSP.Kategori keamanan pada kehamilan: D-tidak aman digunakan pada wanita hamil. Peringatan : Dapat menyebabkan flebitis dan trombosis vena, jangan diberikan bila IV line tidak aman; Dapat menyebabkan apnea pada ibu dan henti jantung bila diberikan terlalu cepat. Pada neonatus dapat menyebabkandepresi nafas, hipotonia dan nafsu makan yang buruk. Sodium benzoat berkompetisi dengan bilirubin untuk pengikatan albumin, sehingga merupakan faktor predisposisi kernikterus pada bayi.
ANTIHIPERTENSI
Hipertensi yang berasosiasi dengan eklampsia dapat dikontrol dengan adekuat dengan menghentikan kejang. Antihipertensi digunakan bila tekanan diastolik >110 mmHg. untuk mempertahankan tekanan diastolik pada kisaran 90-100 mmHg. Antihipertensi mempunyai 2 tujuan utama: (1) menurunkan angka kematian maternal dan kematian yang berhubungan dengan kejang, stroke dan emboli paru dan (2) menurunkan angka kematian fetus dan kematian yang disebabkan oleh IUGR, placental abruption dan infark. Bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat akan menyebabkan hipoperfusi uterus. Pembuluh darah uterus biasanya mengalami vasodilatasi maksimal dan penurunan tekanan darah ibu akan menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta. Walaupun cairan tubuh total pada pasien eklampsia berlebihan, volume intravaskular mengalami penyusutan dan wanita dengan eklampsia sangat sensitif pada perubahan volume cairan tubuh. Hipovolemia menyebabkan penurunan perfusi uterus sehingga penggunaan diuretik dan zat-zat hiperosmotik harus dihindari. Obat-obatan yang biasa digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi adalah hidralazin dan labetalol. Nifedipin telah lama digunakan tetapi masih kurang dapat diterima.
1. Hidralazin
Merupakan vasodilator arteriolar langsung yang menyebabkan takikardi dan peningkatan cardiac output. Hidralazin membantu meningkatkan aliran darah ke uterus dan mencegah hipotensi. Hidralazin dimetabolisir di hati. Dapat mengontrol hipertensi pada 95% pasien dengan eklampsia. Dosis: 5 mg IV ulangi 15-20 menit kemudian sampai tekanan darah <110 mmHg. Aksi obat mulai dalam 15 menit, puncaknya 30-60 menit, durasi kerja 4-6 jam. Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap hidralazin, penyakit rematik katup mitral jantung. Interaksi: MAOI dan beta-bloker dapat meningkatkan toksisitas hidralazin dan efek farmakologi hidralazin dapat berkurang bila berinteraksi dengan indometasin. Kategori keamanan pada kehamilan: C – keamanan penggunaanya pada wanita hamil belum pernah ditetapkan. Peringatan: Pasien dengan infark miokard, memiliki penyakit jantung koroner; Efek sampingnya kemerahan, sakit kepala, pusing-pusing, palpitasi, angina dan sindrom seperti idiosinkratik lupus.(biasanya pada penggunaan kronik).
2. Labetalol
Merupakan beta-bloker non selektif. Tersedia dalam preparat IV dan per oral. Digunakan sebagai pengobatan alternatif dari hidralazin pada penderita eklampsia. Aliran darah ke uteroplasenta tidak dipengaruhi oleh pemberian labetalol IV. Dosis: Dosis awal 20 mg, dosis kedua ditingkatkan hingga 40 mg, dosis berikutnya hingga 80 mg sampai dosis kumulatif maksimal 300 mg; Dapat diberikan secara konstan melalui infus; Aksi obat dimulai setelah 5 menit, efek puncak pada 10-20 menit, durasi kerja obat 45 menit sampai 6 jam. Kontraindikasi: Hipersensitif pada labetalol, shock kardiogenik, edema paru, bradikardi, blok atrioventrikular, gagal jantung kongestif yang tidak terkompensasi; penyakit saluran nafas reaktif, bradikardi berat. Interaksi: Menurunkan efek diuretik dan meningkatkan toksisitas dari metotreksat, litium, dan salisilat. Menghilangkan refleks takikardi yang disebabkan oleh penggunaan nitrogliserin tanpa efek hipotensi. Simetidin dapat meningkatkan kadar labetalol dalam gula darah. Glutetimid dapat menurunkan efek labetalol dengan cara menginduksi enzim mikrosomal. Kategori keamanan pada kehamilan : C-keamanan penggunaanya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Hati-hati bila digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Hentikan penggunaan bila terdapat tanda disfungsi hati. Pada pasien yang berumur dapat terjadi keracunan ataupun respons yang rendah.
3. Nifedipin:
Merupakan Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi kuat arteriolar. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral. Dosis: 10 mg per oral, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 120 mg/ hari. Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap nifedipin. Interaksi: Hati-hati pada penggunaan bersamaan dengan obat lain yang berefek menurunkan tekanan darah, termasuk beta blocker dan opiat; H2 bloker (simetidin) dapat meningkatkan toksisitas. Kategori keamanan pada kehamilan: C – Keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Dapat menyebabkan edema ekstremitas bawah, jarang namun dapat terjadi hepatitis karena alergi. Masalah utama penggunaan nifedipin adalah hipotensi. Hipotensi biasanya terjadi bila mengkonsumsi kalsium. Sebaiknya dihindari pada kehamilan dengan IUGR dan pada pasien dengan fetus yang terlacak memiliki detak jantung abnormal.
4. Klonidin
Merupakan agonis selektif reseptor 2 ( 2-agonis). Obat ini merangsang adrenoreseptor 2 di SSP dan perifer, tetapi efek antihipertensinya terutama akibat perangsangan reseptor 2 di SSP. Dosis: dimulai dengan 0.1 mg dua kali sehari; dapat ditingkatkan 0.1-0.2 mg/hari sampai 2.4 mg/hari. Penggunaan klonidin menurunkan tekanan darah sebesar 30-60 mmHg, dengan efek puncak 2-4 jam dan durasi kerja 6-8 jam. Efek samping yang sering terjadi adalah mulut kering dan sedasi, gejala ortostatik kadang terjadi. Penghentian mendadak dapat menimbulkan reaksi putus obat. Kontraindikasi: Sick-sinus syndrome, blok artrioventrikular derajat dua atau tiga. Interaksi: Diuretik, vasodilator, -bloker dapat meningkatkan efek antihipertensi. Pemberian bersamaan dengan bloker dan atau glikosida jantung dapat menurunkan denyut jantung dan disritmia. Pemberian bersamaan dengan antidepresan trisiklik dapat menurunkan kemampuan klonidin dalam menurunkan tekanan darah.
Kategori keamanan pada kehamilan: C – keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Hati-hati pada pasien dengan kelainan ritme jantung, kelainan sistem konduksi AV jantung, gagal ginjal, gangguan perfusi SSP ataupun perifer, depresi, polineuropati, konstipasi. Dapat menurunkan kemampuan mengendarai mobil ataupun mengoperasikan mesin.
Comments
Post a Comment